Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 11 Juli 2013

PTK PG-PAUD

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEDISIPLINAN ANAK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT PADA SISWA  KELOMPOK A DI TK ISLAM BAKTI 1 NGRESEP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/6/6c/Logo_UNS.GIF
Disusun Oleh:
RIRIN LISTYAWATI
K8110045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU – PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Konsep populer dari disiplin adalah sama dengan hukuman  (Kanto,  1998: 7). Menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang tua, guru atau orang dewasa yang berwenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anal itu tinggal. Jika kita beranggapan demikian, maka akibatya, bahwa seorang berdisiplin yang baik adalah adalah orang yang menggunakan hukuman untuk  menghalangi perilaku yang salah atau untuk mengajar anak tentang apa yang diterima dan yang tidak diterima oleh kelompok sosialnya. Pendisiplin yakin bahwa semakin sosial perilaku mereka, semakin berat hukuman yang diberikan. Cara terbaik untuk mengajar anak bersikap sesuai dengan harapan sosial, yaitu dengan membuat perilaku yang tidak disetujui, tidak menarik sehingga anak menghindarinya dan mengalihkan energinya ke perilaku yang disetujui. Mereka yang berpendirian demikian, yakin hukuman badnlah akan mencapai tujuan pendidikan.
 Pendapat lain tentang disipilin menyatakan bahwa disiplin ialah orang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Anak yang berdisipilin diri dimaksudkan sebagai keteraturan perilaku berdasarkan nilai moral yang telah mempribadi dalam dirinya tanpa tekanan atau dorongan dari faktor eksternal. Menurut Gnagey (Shochib, 1998: 21) menyatakan bahwa “disipilin diri anak merupakan produk disiplin”. Sementara itu Madson (Shochib, 1998: 21) mengemukakan bahwa “kepemilikan disiplin memerlukan proses belajar. Dan pada awal proses belajar inilah memerlukan kehadiran orangtua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara 1) melatih, 2) membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasrkan acuan moral, 3) diperlukan juga kontrol untuk mengembangkannya.
Ketiga upaya ini digunakan kontrol eksternal. Kontrol yang bersonansi demokrasi dan keterbukaan ini memudahkan anak unutk menginternalisasi nilai-nilai moral. Kontrol eksternal ini dapat menci[takan dunuia kebersamaan yang menjadi syarat esensial terjadinya penghayatan bersama antara orang tua dan anak.
Kontrol internal merupakan kontrol diri yang digunakan anak dalam mengarahkan perilakunya. Disiplin ini merupakan perilaku yang dapat ditertanggung jawabkan karena kontrol oleh nilai-nilai moral yang terinternalisasi.
Kemudian menurut Kamus Besar Indonesia (1998) mengandung arti “1 tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb) 2. Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan, tata tertib, dsb”. Dari segi etimologinya disiplin menurut Liang Gie (Martoenoes, 1998: 2) yaitu berasal dari bahasa Yunani yaoitu disciple yang mengandung makna pengikut atau penganut. Berdasarkan makna dari segi etimologi ini, disiplin diartikan sebagai suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang bergabung dalam suatu oragnisasi tunduk pada peraturan-peraturan.
Pada dasarnya ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dilakukan guru pada siswa di sekolah. Salah satu metode tersebut adalah pembelajaran kooperatif. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif?
Menurut Nurhadi (2004) pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Ibrahim (2000) pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang terkait. Elemen-elemen itu adalah saling tatap muka, saling ketergantugan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual dan ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau ketrampilan sosial yang secara sengaja diajarkan
Menurut Jacobsen, David A.; Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009) pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa .
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, yaitu: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Yusuf, 2003). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, peneriamaan terhadap individu dan pengembangan ketrampilan sosial (Ibrahim , 2000:7)
Menurut Yamin, Martinis dan Ansari, Bansu (2008) metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini .
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada sebagai berikut : Bagaimanakah meningkatkan motivasi dan kedisiplinan anak dengan model pembelajaran kooperatif TGT pada siswa kelompok A di TK Islam Bakti 1 ngresep Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2012/2013?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian itu berupa pernyataan hipotesis sebagai jawaban atas masalah yang dipertanyakan dalam rumusan masalah. Oleh karena itu penetapan butir-butir tujuan suatu peelitian hendaknya sesuai dan selaras dengan butir-butir masalah (Kusuma, 2007 : 35)
Agar anak mampu termotivasi dan memahami konsep disiplin, sehingga mereka akan lebih siap saat mengikuti pembelajaran.
D.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagi guru
Penelitian ini akan memberikan pengalaman yang bermanfaat dalam merancang pembelajaran kontekstual dan memfasilitasi pembelajaran. Dari pengalaman tersebut diharapkan guru dapat mengembangkan model pembelajaran, dan dapat mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran.
2.      Bagi siswa
Penelitian ini akan sangat bermanfaat karena secara tidak langsung mereka terbantu dalam diajar konsep-konsep matematika yang sangat memberi peluang bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar mereka secara optimal. Hal ini disebabkan karena pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan teman-temanya dan materi yang dipelajari dirancang terkait dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa menjadi lebih disiplin dan siap mengikuti pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
3.      Untuk Perkembangan Ilmu Pengetahuan
 Penelitian ini sangat bermanfaat bagi pengembangan strategi pembelajaran yang mengaitkan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari (konteks). Hasil penelitian ini akan memberikan informasi yang rinci tentang keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran kontekstual yang teruji secara eksperimen.



BAB II

 
LANDASAN TEORI

A.      Tinjauan Pustaka

1.      Motivasi belajar dan Disiplin Anak
a.      Karakteristik Anak Usia Dini (Usia Prasekolah)
Anak usia prasekolah merupakan perkembangan individu yang terjadi sekitar usia 2-6 tahun, pada usia ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara rasional.
Usia ini juga sering disebut dengan masa pancaroba, karena pada umumnya anak pada masa ini dorongan keingintahuannnya sangat kuat. Diantara perkembangan-perkembangan yang terjadi pada usia ini antara lain :

a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuannya. Perkembangan sistem syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya.

b. Perkembangan Intelektual
Menurut Pieget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional, atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan simbol (kata-kata, bahasa gerak, dan benda). Dapat juga dikatakan sebagai “semiotic function”, kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda dan peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa.
Melalui kemampuan di atas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata peristiwa dan benda untuk melambangkan sesuatu.

c. Perkembangan Emosional 
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan orang lain. Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya.
Bersamaan dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti memperlakukan dengan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap: keras kepala/menentang, atau menyerah menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Beberapa emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut:
1) Takut, 2) Cemas, 3) Marah, 4) Cemburu, 5) Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, 6) Kasih sayang, 7) Phobi, 8) Ingin tahu,
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan belajar anak.

d. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap yaitu sebagai berikut :
1) Masa 2,0-2,6 tahun yang bercirikan
a) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna, b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. Misalnya, anjing lebih besar dari kucing, c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana, dan dari mana, d) Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
2) Masa 2,6-6,0 tahun yang bercirikan
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya, b) Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
e. Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain, 2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan, 3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, 4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).
f. Perkembangan Kepribadian
Masa ini lazim disebut masa Trotzalter, periode perlawanan atau masa krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingkungan dan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan, yaitu (aku-nya) dan orang lain (orang tua, saudara, guru dan teman sebaya). Dia mulai menemukan bahwa tidak semua keinginannya dipenuhi orang lain.
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak berkembang sikap membandel, pihak orang tua perlu menghadapinya secara bijaksana, penuh kasih sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, dan curahan kasih sayang orang tua.
g. Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Anak akan belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku mana yang baik/boleh/diterima disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pengalamannya itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.

Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru, melakukan upaya-upaya:
1) Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berprilaku atau bertutur kata, 2) Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma atau budi pekerti luhur, 3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.

h. Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama pada anak usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima) meskipun banyak bertanya, 2) Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi), 3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual, 4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat: mendegarkan ucapan-ucapan orang tua, melihat sikap dan prilaku orang tua dalam mengamalkan ibadah, dan pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orang tuanya.
b.      Motivasi Belajar Anak Usia Dini
“Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses internal (dari dalam diri seseorang ) yang mengaktifkan, membimbing, dan mempertahankan perilaku dalam rentang waktu tertentu” (Baron, 1992:Schunk,1990 dalam Nur, 2003:2).
Graham & Golan, (1991) menyatakan bahwa : Motivasi penting dalam menetukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
“Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajarnya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaranyang dimiliki oleh sisya yang bersangkutan ”(Djamarah S.B, dkk, 1995:70)
Penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah proses internal yang merupakan salah satu factor utama yang menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
“Motivasi ada dua macam yaitu motivasi yang datang dari dalam diri anak, disebut motivasi intrinsik, dan motivasi yang diakibatkan dari luar, disebut motivasi ekstrinsik ”(Djamarah S.B, 1997:223).
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Peran motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar siswa.
Adapun fungsi dari motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sebagai berikut :
1. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa.
2. Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa.
3. Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memeliharan motivasi belajar siswa.
4. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakn motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
5. Penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran
Dececco & Grwford, 1974 (dalam Slameto, 2003:175) menyatakan bahwa “dalam pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa ada 4 fungsi pengajar, yaitu: menggairahkan siswa, memberikan harapan realistis, memberikan insentif, dan mengarahkan”.

2.        Disiplin dalam Belajar Anak Usia Dini
Disiplin adalah kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan atau pengendalian. Kedua disiplin yang bertujuan mengembangkan watak agar dapat mengendalikan diri, agar berprilaku tertib dan efisien. Sedangkan disiplin menurut Djamarah adalah "Suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pridadi dan kelompok”. Kedisiplinan mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Berkualitas atau tidaknya belajar siswasangat dipengaruhi oleh paktor yang paling pokok yaitu kedispilan, disamping paktor lingkungan, baik keluarga, sekolah, kedisiplinan setra bakat siswa itu sendiri.
Belajar adalah suatu panggilan hidup karena tanpa belajar akan mengakibatkan menurunya kualitas diri seseorang. Penjelasannya, melalui belajarlah seseorang akan menjadi sadar akan dirinya dan lebih baik dalam menjalani kehidupannya yang penuh warna-warni. Hanya saja untuk belajar secara konsisten tidaklah segampang yang dikira karena membutuhkan kesadaran diri, dimana kesadaran diri tersebut dapat termanifestasi dalam disiplin belajar. Definisi disiplin belajar sangat banyak dari ahli-ahli pembelajaran, namun dalam tulisan ini akan menggunakan pengertian disiplin belajar menurut penulis sendiri. Tepatnya, disiplin belajar adalah kesadaran diri untuk mengendalikan atau mengontrol dirinya untuk sungguh-sungguh belajar.
Berpijak pada definisi tersebut, diketahui bahwa disiplin belajar sebenarnya suatu bentuk kesadaran diri untuk mengendalikan dirinya. Dalam hal ini, disiplin belajar berfungsi sebagai pengendali diri yang berada pada diri orang tersebut sehingga belajar akan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan penuh sukacita/bersyukur. Spesifikya yaitu orang yang berdisiplin belajar akan belajar tanpa paksaan dan sadar untuk belajar dan belajar. Memang untuk mengaplikasikan pengertian disiplin belajar ini tidaklah mudah tetapi tidak berarti tidak mungkin berhasil. Karena untuk mampu disiplin dalam belajar memerlukan suatu perenungan untuk terus bertanya pada diri mengapa saya harus belajar hingga orang tersebut memperoleh suatu alasan yang mendalam dan memuat spiritualitas, emosi dan kognitif mengapa harus belajar.
Fungsi utama disiplin belajar adalah mengajar mengendalikan diri dengan mudah, menghormati dan mentaati peraturan berkaitan dengan hal tersebut diatas menerangkan sebagai berikut: (a) Menerapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenal hak milik orang lain;. (b) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan merasa mengerti larangan-larangan (c) Mengerti tingkah laku yang baik dan tidak baik (d) Belajar mengendalikan diri, keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman. e. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain (Singgi, 1985). Jadi dalam menanamkan pendidikan pada anak perlu menanamkan pendidikan kedisiplinan, artinya menumbuhkan dan mengembangkan pengertian-pengertian yang berasal dari luar yang merupakan proses untuk melatih dan mengajarkan anak bersikap dan bertingkah laku sesuai harapan.

3.        Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Disiplin Anak.

a.         Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan tingkah laku manusia yang mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor.
1.Faktor Internal Faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa yang berasal dari individu siswa itu sendiri. Menurut Sugihartono dkk, ( 2007 : 76 ) faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
Dalam penlitian ini faktor internal tersebut meliputi kesehatan, minat dan motivasi. a. Kesehatan Menurut Slameto (2003:54), sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya, bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap belajarnya. b. Minat Menurut Djamarah, (1994:48) minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktuvitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. c. Motivasi Menurut Muhibbin (2003:137), motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan adanya motivasi siswa dapat mempunyai pendorong untuk belajar sehingga dapat memiliki semangat dan minat belajar yang lebih baik. Motivasi belajar dibedakan menjadi: 1. Motivasi instrinsik Motivasi instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. 2. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari luar diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
 2. Faktor Eksternal Yaitu faktor yang mempengaruhi minat siswa dalam belajar yang berasal dari luar individu siswa itu sendiri. Menurut Muhibbin ( 1999: 138-139 ). Sedangkan menurut Sugihartono dkk, ( 2007 : 76 ) faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
a). Lingkungan Keluarga Menurut Hakim (2000:17), faktor lingkungan rumah atau keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan seseorang, dan tentu saja faktor pertama dan utama pula dalam menentukan minat belajar seseorang menjadi tinggi.
b). Lingkungan Sekolah Menurut Hakim (2000:18), kondisi lingkungan sekolah yang mempengaruhi kondisi belajar antara lain adanya guru yang baik dalam jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman yang baik, adanya keharmonisan hubungan diantara semua personil sekolah, adanya disiplin dan tata tertib yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Menurut Tu’u (2004:84), sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan.
c). Lingkungan Masyarakat. Menurut Sulistyowati (2001:30-31), lingkungan masyarakat tidak kecil pengaruhnya terhadap minat belajar. Ada pengaruh yang positif dan ada pengaruh yang negatif, tergantung dari bagaimana cara menghadapinya.

b.      Faktor yang Mempengaruhi Disiplin dalam Belajar Anak.
Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan perilaku baik pengetahuan, sikap dan tingkah laku kea rah kemajuan. Belajar sebagai proses atau aktivitas diisyaratkan oleh banyak faktor. Terdapat banyak sekali faktor – faktor yang mempengaruhi belajar. Suryabrata (1995: 249) mengklasifikasikan faktor – factor yang mempengaruhi belajar menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa dan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Disiplin turut berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini dapat terlihat pada siswa yang memiliki disiplin yang tinggi akan belajar dengan baik dan teratur dan akan menghasilkan prsetasi yang baik pula. Demikian sebaliknya faktor – faktor belajar turut berpengaruh terhadap tingkat disiplin individu. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan faktor – faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu sebagai berikut :
1) Faktor yang berasal dari luar diri siswa Faktor dari luar dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a) Faktor non – sosial, seperti keadaan uadara, suhu udara, waktu, tempat dan alat – alat yang dipakai untuk belajar. Siswa yang memiliki tempat belajar yang teratur dan memiliki buku penunjang pelajaran cenderung lebih disiplin dalam belajar. Tidak kalah pentingnya faktor waktu, siswa yang mampu mengatur waktu dengan baik akan belajar secara terarah dan teratur.
b) Faktor soial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok. Siswa yang tinggal dalam lingkungan yang tertib tentunya siswa tersebut akan menjalani tata tertib yang ada di lingkungannya. Seorang guru yang mendidik siswa dengan disiplin akan cenderung menghasilkan siswa yang disiplin pula.
2) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa dibagi menjadi dua yaitu
a). Faktor fisiologis, yang termasuk dalam faktor fisiologis antara lain,
pendengaran, penglihatan, kesegaran jani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit yang di derita.
b). Faktor Psikologis. Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar antara lain: (1) Minat,  (2) Bakat, (3) Motivasi, (4) Konsentrasi, (5) Kemampuan kognitif
Tujuan belajar mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Namun kemampuan kognitif lebih diutamakan, sehingga dalam menacapai hasil belajar faktor kemampuan kognitif lebih diutamakan. Faktor eksternal dan internal tersebut memiliki peranan yang sangat penting dan sangat diperlukan daklam belajar. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam proses belajar, maka dituntut adanya keseimbangan di antara keduanya. Jika salah satu faktor tersebut ada kekurangan akan berpengaruh pada hasil belajar yang di inginkan.
2.         MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENTS ( TGT )
a.       Gambaran Mengenai Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
`           Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah  digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.
b.        Pendekatan Kelompok Kecil dalam Teams Games Tournament
Pendekatan yang digunakan dalam Teams games tournament adalah pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau dari segi.
1)      Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil:
Tujuan pembelajaran dalam kelompok kecil yaitu; (a) member kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, (b) mengembangkan sikap social dan semangat bergotong royong (c) mendinamisasikan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab, dan (d) mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam kelompok tersebut (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
2) Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif dalam pembelajaran  diharapkan; (a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak (Dimyati dan Mundjiono, 2006).
3) Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu; (a) pembentukan kelompok (c) perencanaan tugas kelompok, (d) pelaksanaan, dan (d) evalusi hasil belajar kelompok.
c.       Komponen dan Pelaksanaan Team Game Tournament dalam Pembelajaran
Ada lima komponen utama dalam TGT,yaitu:
1.      Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini , siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4.   Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1, terbesar kedua sebagai chalennger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger 2, terbesar keempat  sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1, chalenger 1, chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban . Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, chalenger3 menjadi chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.

5.    Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Kriteria ( Rerata Kelompok )
Predikat
≥ 45
Super Team
40 – 45
Great Team
30 – 40
Good Team

d.       Implementasi Model Pembelajaran TGT
Dalam pengimplementasian yang hal yang harus diperhatikan yaitu.
1)  Pembelajaran terpusat pada siswa
2)  Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
3)  Pembelajaran bersifat aktif ( siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan)
4)  Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim
5)  Dalam kompetisi diterapkan system point
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik
7) Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan
8)  Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
9)  Adanya system penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak
 e.        Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka.
Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
·         Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
·         Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
·         TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
·         TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
·         Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
·         TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT  Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, 3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam, 4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain, 6) Motivasi belajar lebih tinggi, 7) Hasil belajar lebih baik, 8)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
     Sedangkan kelemahan TGT adalah:
1.      Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2.    Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

B.     Kerangka Berpikir
1.        Penerapan Model Kooperatif TGT
Secara garis besar, komponen utama dalam penerapan model kooperatif tipe TGT terdiri dari Penyajian kelas, Kelompok ( team ), game, turnamen, dan Penghargaan kelompok (team recognise). Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah-langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Arends (dalam Karuru 2001) ada enam fase. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 2.1 berikut ini:

Fase
Tingkah laku guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok

2.        Dampak Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Terhadap Motivasi dan Disiplin Anak.
Dengan model pembelajaran TGT ( Teams Games Tournaments ) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Karena siswa dapat belajar lebih rileks, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dengan model pembelajaran TGT ( Teams Games Tournaments ) dapat menambah wawasan tentang berbagai model pembelajaran serta dapat meningkatkan kompetensi guru. Motivasi dan disiplin dalam belajar anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor keluarga, faktor sekolah, fator lingkungan dan faktor pengalaman anak. Motivasi belajar dan disiplin merupakan kemampuan seseorang untuk mempersiapkan diri menjadi lebih baik dan dapat diterima oleh lingkungan tempatnya berada.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dilaksanakan untuk dapat meningkatkan motivasi dan disiplin dalam belajar anak, karena dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT anak belajar secara kelompok dan menyenangkan dengan berbagai permainan atau game akan memotivasi anak untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan disiplin anak. Adapun langkah – langkah tindakan tertera pada Gambar 1 sebagai berikut:



 












Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C.    Hipotesis Tindakan

            Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis yaitu jika melalui model pembelajaran tipe TGT, motivasi dan disiplin siswa dalam belajar pada kelompok A Di Taman Kanak – Kanak Islam Bakti  1 Ngresep Boyolali akan meningkat.
separador

2 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih.. sangat membantu. mau tanya, mbak punya dalam bentuk jurnalnya juga ga ya?

Unknown mengatakan...

terimakasih.. sangat membantu. mau tanya, mbak punya dalam bentuk jurnalnya juga ga ya?

Posting Komentar

Followers