NAMA : Ririn Listyawati
NIM :k8110045
KELAS :5B
Semester/Prodi :5/ S1 PG - Paud
Kesenian
Indonesia
Berbicara
soal seni, bagaikan berbicara soal lingkaran hola hup. Indah, lucu, dan cantik
ketika dimainkan, namun hanya akan menjadi sebuah topik yang tak berujung
ketika membahasnya. Saya rasa banyak masyarakat Indonesia yang tau permasalahan
yang melilit kesenian itu, mulai dari klaim negara lain, hingga masyarakat itu
sendiri yang terpikat dengan budaya atau seni negara lain. Bagaimana bisa,
kesenian itu akan jaya pada masa ini, jika masyarakat indonesia sebagai pemerannya saja malah
berlomba menjadi yang terbaik dengan kesenian lain. Saya pernah menanyakan hal
ini kepada beberapa anak smp, dan sma yang saya jumpai. Mereka punya jawaban
yang beragam pula ketika diminta untuk berkomentar. Ada yang berpendapat
kesenian Indonesia itu sudah bukan trend
lagi, yang mereka bilang jadul (jaman dulu), tidak menarik, dan jawaban yang
bagi saya adalah jawaban paling mengejutkan adalah, ketika mereka mengatakan
“tidak tahu” terhadap kesenian yang saya maksudkan. Itu hanya jawaban dari
segelintir pemuda yang kebetulan saja saya temui, dan saya tidak menolak di
sebut bagian dari pemuda – pemuda itu, ketika saya sendiri juga tidak begitu
paham tentang kesenian yang ada di indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Banyak yang berasumsi bahwa kemunduran kesenian di Indonesia itu di sebabkan
karena glibalisasi ataupun kemajuan zaman. Saya kurang sepakat jika zaman itu
menjadi kambing hitam dalam problematika ini. Sama seperti manusia dan makhluk
lainnya, Zaman itu sudah pasti akan berkembang. Tanpa kita khawatirkan, dan
kita gelisahkan. Banyak resiko dan keuntungan yang akan dihadapi dari
perkembangan zaman itu sendiri. Disisi lain zaman akan membawa perubahan yang
signifikan, dari sisi ekonomi, maupun budaya. Kalau di tarik kesimpulan,
jawabannya ya ada di “kita” sendiri. Jika menengok ke negara sebelah, atau
bahkan negara sebelah barat kita, mereka jauh bisa memaknai dan menghargai
perkembangan zaman itu, meski jika ditilik lebih jauh, mereka pun juga
mengalami hal yang sama seperti kita. Mereka tau betapa sulitnya menciptakan suatu
budaya atau kesenian, sehingga sayang ketika budaya itu akan “mudahnya” hilang.
Satu lagi, masyarakat negara lain memberikan nilai “indah” terhadap suatu
kesenian itu dari proses dan hasilnya. Sedangkan masyakakat Indonesia dengan
budaya konsumtif yang tidak dapat di pisahkan itu, lebih menilai keindahan
kesenian itu dari berapa banyak orang yang menggunakannya atau menikmatinya.
Semakin banyak orang yang menggunakannya maka semakin tinggi pula minat
masyarakat untuk memakainya pula. Dan hal tersebut juga yang terjadi pada
“kesenian tradisional”.
Sekarang,
berganti pada topik, “indikator penyebab kemunduran seni tradisional di
Indonesia”. Banyak Hal yang bisa di uraikan pada bahasan ini. Menurut saya,
penyebabnya itu beragam dan tergantung dari kita yang menilainya. Benar saja
globalisasi menjadi salah satu faktornya, kemudian budaya masyarakat dan
pemerintah Indonesia yang memposisikan kesenian itu tidak lebih dari obyek
pariwisata yang hanya diamati dan dinikmati keindahannya. Artinya, semua harus
belajar memaknai suatu kesenian itu ya budaya, jadi tidak hanya untuk
dinikmati, juga untuk dilestarikan.
Masih
banyak hal yang bisa saya lakukan sebagai calon guru Anak Usia Dini untuk
meregenerasi serta mentransfer pengetahuan kebudayaan agar tetap eksis di negara
Asalnya. Tentulah di mulai dari masing – masing pribadi kita. Tidak bisa hanya
berkoar – koar untuk melestarikannya, namun kita sendiri belum memahaminya.
Setelah itu, kita wujudkan kecintaan terhadap kesenia. Sudah mengenal,
memahami, cinta, maka untuk melestarikan, menjaga dan merawatnya pun harus ada
kesungguhan dan ketelatenan. Tidak sulit untuk mengenalkannya kepada anak usia
dini, jika sudah ada rasa tanggung jawab pada diri mereka. Mungkin terlalu jauh
ketika mendengar pernyataan tersebut. Tapi, sebagai calon guru PAUD, saya yakin
kita sudah paham tugas itu, apalagi kita sudah memahami karakter anak usia
dini.Intinya, kita tidak membuat kesenian itu eksis di negara asalnya, kita
hanya membuat masyarakatnya mencintai dan melestarikannya. Jika itu sudah bisa
diterapkan, secara tidak langsung pula, kita sudah membudayakan kesenian itu
sendiri di negaranya.
0 komentar:
Posting Komentar