Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 11 Juli 2013

Kesenian Indonesia

NAMA                        : Ririn Listyawati
NIM                            :k8110045
KELAS                       :5B
Semester/Prodi            :5/ S1 PG - Paud

Kesenian Indonesia

Berbicara soal seni, bagaikan berbicara soal lingkaran hola hup. Indah, lucu, dan cantik ketika dimainkan, namun hanya akan menjadi sebuah topik yang tak berujung ketika membahasnya. Saya rasa banyak masyarakat Indonesia yang tau permasalahan yang melilit kesenian itu, mulai dari klaim negara lain, hingga masyarakat itu sendiri yang terpikat dengan budaya atau seni negara lain. Bagaimana bisa, kesenian itu akan jaya pada masa ini, jika masyarakat  indonesia sebagai pemerannya saja malah berlomba menjadi yang terbaik dengan kesenian lain. Saya pernah menanyakan hal ini kepada beberapa anak smp, dan sma yang saya jumpai. Mereka punya jawaban yang beragam pula ketika diminta untuk berkomentar. Ada yang berpendapat kesenian Indonesia itu sudah bukan trend lagi, yang mereka bilang jadul (jaman dulu), tidak menarik, dan jawaban yang bagi saya adalah jawaban paling mengejutkan adalah, ketika mereka mengatakan “tidak tahu” terhadap kesenian yang saya maksudkan. Itu hanya jawaban dari segelintir pemuda yang kebetulan saja saya temui, dan saya tidak menolak di sebut bagian dari pemuda – pemuda itu, ketika saya sendiri juga tidak begitu paham tentang kesenian yang ada di indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Banyak yang berasumsi bahwa kemunduran kesenian di Indonesia itu di sebabkan karena glibalisasi ataupun kemajuan zaman. Saya kurang sepakat jika zaman itu menjadi kambing hitam dalam problematika ini. Sama seperti manusia dan makhluk lainnya, Zaman itu sudah pasti akan berkembang. Tanpa kita khawatirkan, dan kita gelisahkan. Banyak resiko dan keuntungan yang akan dihadapi dari perkembangan zaman itu sendiri. Disisi lain zaman akan membawa perubahan yang signifikan, dari sisi ekonomi, maupun budaya. Kalau di tarik kesimpulan, jawabannya ya ada di “kita” sendiri. Jika menengok ke negara sebelah, atau bahkan negara sebelah barat kita, mereka jauh bisa memaknai dan menghargai perkembangan zaman itu, meski jika ditilik lebih jauh, mereka pun juga mengalami hal yang sama seperti kita. Mereka tau betapa sulitnya menciptakan suatu budaya atau kesenian, sehingga sayang ketika budaya itu akan “mudahnya” hilang. Satu lagi, masyarakat negara lain memberikan nilai “indah” terhadap suatu kesenian itu dari proses dan hasilnya. Sedangkan masyakakat Indonesia dengan budaya konsumtif yang tidak dapat di pisahkan itu, lebih menilai keindahan kesenian itu dari berapa banyak orang yang menggunakannya atau menikmatinya. Semakin banyak orang yang menggunakannya maka semakin tinggi pula minat masyarakat untuk memakainya pula. Dan hal tersebut juga yang terjadi pada “kesenian tradisional”.
Sekarang, berganti pada topik, “indikator penyebab kemunduran seni tradisional di Indonesia”. Banyak Hal yang bisa di uraikan pada bahasan ini. Menurut saya, penyebabnya itu beragam dan tergantung dari kita yang menilainya. Benar saja globalisasi menjadi salah satu faktornya, kemudian budaya masyarakat dan pemerintah Indonesia yang memposisikan kesenian itu tidak lebih dari obyek pariwisata yang hanya diamati dan dinikmati keindahannya. Artinya, semua harus belajar memaknai suatu kesenian itu ya budaya, jadi tidak hanya untuk dinikmati, juga untuk dilestarikan.

Masih banyak hal yang bisa saya lakukan sebagai calon guru Anak Usia Dini untuk meregenerasi serta mentransfer pengetahuan kebudayaan agar tetap eksis di negara Asalnya. Tentulah di mulai dari masing – masing pribadi kita. Tidak bisa hanya berkoar – koar untuk melestarikannya, namun kita sendiri belum memahaminya. Setelah itu, kita wujudkan kecintaan terhadap kesenia. Sudah mengenal, memahami, cinta, maka untuk melestarikan, menjaga dan merawatnya pun harus ada kesungguhan dan ketelatenan. Tidak sulit untuk mengenalkannya kepada anak usia dini, jika sudah ada rasa tanggung jawab pada diri mereka. Mungkin terlalu jauh ketika mendengar pernyataan tersebut. Tapi, sebagai calon guru PAUD, saya yakin kita sudah paham tugas itu, apalagi kita sudah memahami karakter anak usia dini.Intinya, kita tidak membuat kesenian itu eksis di negara asalnya, kita hanya membuat masyarakatnya mencintai dan melestarikannya. Jika itu sudah bisa diterapkan, secara tidak langsung pula, kita sudah membudayakan kesenian itu sendiri di negaranya. 
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Followers