PENGARUH LINGKUNGAN BERMAIN
TERHADAP PERKEMBANGAN FISIK MOTORIK ANAK
Guna memenuhi tugas mata kuliah
Inovasi Pembelajaran
Dengan dosen pengampu Lies
Lestari , M.Pd dan Ruli Hafidah, MA. M.Hum
Disusun oleh :
RIRIN LISTYAWATI (K8110045)
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tanpa ada halangan yang cukup berarti. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Fisik Motorik, Fakultas
Keguruan Dan ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Penulis tidak akan berhasil
menyelesaikan makalah ini tanpa ada bimbingan dan bantuan dari semua pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Yulianti M.Psi , selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan
Fisik Motorik
3. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan
motivasi.
4. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang ada pada diri penulis. Oleh karena itu,penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi penulis pada
khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 22 Mei
2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul …………………………………...............................................
i
Kata Pengantar …………………………………..……......................................ii
Daftar Isi
………………..………………………....................................iii
Bab I Pendahuluan ……………………………………............................................1
a) Latar Belakang …………………………..…………..........................................1
b) Rumusan Masalah …………………………………................................................1
Bab II Pembahasan ………………………………………........................................3
1)
Perkembangan fisik
motorik anak usia bermain.......................................................2
2)
Definisi bermain bagi
anak usia dini......................................................................6
3)
Pentingnya
bermain bagi anak usia dini................................................................10
4)
Pengaruh
bermain terhadap perkembangan fisik motorik anak usia dini...................11
Kesimpulan...........……………………………………….......................................................17
Daftar Pustaka......…………….………………………………...............................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Pembentukan
kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupaun psikologis sangat
bergantung dari proses tumbuh dan kembang pada usia dini. Perkembangan anak
adalah segala perubahan yang terjadi pada anak yang meliputi seluruh perubahan,
baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan
psikososial yang terjadi dalam usia anak (infancytoddlerhood di usia 0 – 3
tahun, early childhood usia 3 – 6 tahun, dan middle childhood usia 6-11
tahun). Masing-masing aspek tersebut memiliki tahapan-tahapan sendiri. Pada
usia 1 bulan, misalnya pada aspek motorik
kasarnya, anak sudah bisa menggerakkan tangan dan kakinya.
Masa balita
adalah masa emas (golden age) dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada
masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik
motorik, emosi, kognitif maupun psikososial. Perkembangan anak berlangsung
dalam proses yang holistic atau menyeluruh. Karena itu pemberian stimulasinya
pun perlu berlangsung dalam kegiatan yang holistik.
Demikian pun
dalam kaitan dengan kecerdasan motorik anak, tentu saja dipengaruhi oleh aspek perkembangan yang lainnya, terutama
dengan kaitan fisik dan intelektual anak. Dalam makalah ini akan coba di
paparkan apa yang dimaksud dengan kecerdasan motorik, pentingnya perkembangan
motorik anak, bagaimana proses perkembangan motorik anak pada usia middle
age atau anak anak ( 3 – 5) tahun dan stimulasi apa saja yang bisa
diberikan untuk mengoptimalkan perkembangan motorik anak usia 3 – 5 tahun.
2.
Rumusan
Masalah
1)
Bagaimana perkembangan fisik motorik
anak usia bermain?
2)
Apa itu bermain bagi anak usia dini?
3)
Apa pentingnya bermain bagi anak
usia dini?
4)
Bagaimana pengaruh bermain terhadap
perkembangan fisik motorik anak usia dini?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan fisik motorik anak usia bermain.
Perkembangan fisik/motorik diartikan
sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh.
Ketrampilan motorik kasar diawali dengan bermain yang merupakan gerakan kasar.
Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap perkembangan, anak pada umumnya sudah
menguasai sebagian besar ketrampilan motorik kasar. Sementara ketrampilan
motorik halus baru mulai berkembang, yang diawali dengan kegiatan yang amat
sederhana seperti memegang sendok, memegang pensil, mengaduk. Ketrampilan
motorik halus lebih lama pencapaiannya dari pada ketrampilan motorik kasar
karena ketrampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang lebih sulit
misalnya konsentrasi, control, kehati-hatian, dan kondisi otot tubuh yang satu
dengan yang lain.
Ketrampilan motorik anak pada usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan orang
tua dalam hal (1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara
menyepak/menendang. Pada anak cara mamegang dilakukan dengan asal saja,
sedangkan orang dewasa memegang benda dengan cara yang khas, agar dapat
dipergunakan secara optimal. Ketika orang dewasa
berjalan, hanya memerlukan otot-ototnya yang diperlukan saja, sedangkan
anak-anak berjalan seolah-olah semua tubuhnya ikut bergerak. Dalam
menyepak/menendang, anak-anak menyepak bola diikuti dengan kedua belah
tangannya yang ikut maju kedepan secara berlebihan. Masa lima tahun pertama
adalah masa emas bagi motorik anak.
Perkembangan ketrampilan motorik merupakan factor yang sangat penting bagi
perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan. Elizabeth Hurlock (1956)
mencatat beberapa alas an tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi
perkembangan individu, yaitu sebagai berikut :
1.
Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh
perasaan senang, seperti anak merasa senang dengan memiliki ketrampilan
memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat lainnya.
2.
Melalui ketrampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi helplessness
(tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama kehidupannya, ke kondisi yang
independence (bebas tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat
ketempat yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini
akan menunjang perkembangan self confidence (rasa percaya diri).
3.
Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sekolah (school adjustment). Pada usia TK atau pra sekolah, anak sudah dapat
dilatih menulis, menggambar, mewarnai dll.
4.
Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau
bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan
menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan
dikucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan).
5.
Perkembangan ketrampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self concept
atau kurang konsep diri/kepribadian anak.
Masa usia dini adalah masa emas
(golden age) dalam rentang perkembangan seorang individu. Pada masa ini, anak
mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik-motorik, emosi,
kognitif, maupun psikososial. Periode ini merupakan masa yang sangat
fundamental bagi kehidupan, dimana pada masa ini proses perkembangan berjalan
dengan pesat, terutama yang paling menonjol adalah perkembangan aspek
fisik-motoriknya.
Fisik atau tubuh manusia merupakan
sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk
pada periode prenatal (dalam kandungan). Kuhlen dan Thompson (dalam Yusuf,
2002), mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi 4 (empat) aspek,
yaitu (1) sistem syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi;
(2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
(3) kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru;
dan (4) struktur fisik atau tubuh yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Menurut Suyanto (2005), perkembangan
fisik ditujukan agar badan anak tumbuh dengan baik sehingga sehat dan kuat
jasmaninya. Perkembangan fisik juga ditujukan untuk mengembangkan 5 (lima)
aspek yang meliputi (1) kekuatan (strength); (2) ketahanan (endurance); (3)
kecepatan (speed); (4) kecekatan (agility); dan (5) keseimbangan (balance).
Dengan jasmani yang sehat, diharapkan anak mampu mengembangkan kelima aspek
tersebut.
Perkembangan fisik sangat terkait
erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik merupakan
perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerakan tubuh yang erat
kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Hurlock (2000) mengatakan
bahwa perkembangan motorik adalah perkembangan gerakan jasmaniah melalui
kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Jadi,
perkembangan motorik merupakan kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf,
otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik adalah proses yang sejalan
dengan bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, dimana gerakan
individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak
terampil, ke arah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan
terorganisasi dengan baik.
Perkembangan motorik meliputi
perkembangan otot-otot kasar (gross muscle) atau motorik kasar dan perkembangan
otot-otot halus (fine muscle) atau motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan
tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan
duduk, menendang, berlari, naik turun tangga, dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah
gerakan yang menggunakan otot-otot halus. Otot ini berfungsi untuk melakukan
gerakan-gerakan, bagian-bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis,
kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok,
menggunting, dan sebagainya. Keterampilan motorik ini membutuhkan kecermatan
dan koordinasi mata dengan tangan. Kedua kemampuan motorik tersebut sangat
penting dikembangkan agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan motorik sangat
dipengaruhi oleh organ otak dan kematangan syaraf. Otaklah yang mengendalikan setiap
gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak
yang mengatur otot, memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan
motorik anak.
Pada saat anak lahir hanya memiliki
otak seberat 2,5 % dari berat otak orang dewasa. Syaraf-syaraf yang ada di
susunan syaraf pusat belum berkembang dan berfungsi sesuai perkembangannya.
Sejalan dengan perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi
mengontrol gerakan motorik mengalami proses neurological maturation. Syaraf-syaraf
yang berfungsi mengontrol gerakan motorik mencapai kematangannya dan
menstimulasi berbagai kegiatan motorik yang dilakukan anak secara luas. Otot
besar yang mengontrol gerakan motorik kasar seperti berjalan, berlari, melompat
dan berlutut, berkembang lebih cepat apabila dibandingkan dengan otot halus
yang mengontrol kegiatan motorik halus, diantaranya menggunakan jari-jari
tangan untuk menyusun puzzle, memegang gunting, atau memegang pensil. Pada
waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang dengan pesat,
seperti menuang air ke dalam gelas, menggambar, mewarnai dengan tidak keluar
garis. Di usia 5 tahun anak telah memiliki kemampuan motorik yang bersifat
kompleks yaitu kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang,
seperti berlari sambil melompat, dan mengendarai sepeda.
Thelen (dalam Vasta, Haith &
Miller, 1999), mengemukakan bahwa perkembangan keterampilan motorik anak
merupakan hasil dari faktor bawaan (genetik) dan lingkungan. Meskipun
berkembangnya keterampilan motorik ini melalui tahapan yang jelas dan dapat
diprediksikan, namun faktor biologis (kematangan) sangat mempengaruhi
penguasaan anak terhadap kemampuan motorik tersebut. Demikian pula latihan dan
pengalaman yang diperoleh anak dari lingkungan juga mempengaruhi perkembangan
keterampilan motorik anak. Bayi usia 10 bulan yang mendapat stimulasi lebih
banyak dalam belajar berjalan akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut
daripada bayi yang tidak mendapat stimulasi pada usia yang sama.
Penjelasan lebih mendalam dan secara
detail tentang sistematika penguasaan keterampilan motorik anak dijelaskan pula
oleh Thelen dengan menggunakan pendekatan Dynamic System Theory (dalam Parke
& Locke, 1999). Secara lebih luas, Thelen menyatakan bahwa penguasaan keterampilan
motorik sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor, yaitu faktor emosi,
persepsi, perhatian, motivasi, postur dan anatomi tubuh.
Menurutnya, seluruh komponen tersebut harus sudah “siap” (matang) sebelum anak
belajar menguasai keterampilan baru (dalam Parke & Locke, 1999). Ketika
anak dimotivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan
motorik yang baru. Kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak faktor,
yaitu perkembangan sistem syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk
bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang
mendukung pemerolehan kemampuan motorik anak. Misalnya, anak akan mulai berjalan
jika sistem syarafnya sudah matang, proporsi kaki sudah cukup kuat menopang
tubuhnya, dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya. Ini
menunjukkan bahwa interaksi dari berbagai macam faktor tersebut menyebabkan
munculnya keterampilan motorik yang baru bagi anak.
Teori tersebut juga menjelaskan
bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di
lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan
persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan
keinginan anak. Misalnya ketika anak melihat mainan yang beraneka ragam, anak
mempersepsikan dalam otaknya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut
memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya.
Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang ditujunya yaitu
mengambil mainan yang menarik baginya.
Ketika anak mampu melakukan suatu
gerakan motorik, maka anak akan termotivasi untuk bergerak kepada keterampilan
motorik yang lebih luas lagi. Aktifitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak
seakan-akan tidak mau berhenti melakukan aktifitas fisik, baik yang melibatkan
motorik kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk
terlibat secara aktif dalam aktifitas fisik yang ditandai dengan kesiapan dan
motivasi yang tinggi, dan seiring dengan hal tersebut, orangtua dan guru perlu
memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat meningkatkan
keterampilan motorik anak secara optimal. Peluang-peluang ini tidak saja
berbentuk membiarkan anak melakukan kegiatan fisik, akan tetapi perlu didukung
juga dengan menyiapkan berbagai fasilitas yang berguna bagi perkembangan
keterampilan motorik kasar dan motorik halus tersebut.
2. Definisi
bermain bagi anak usia dini
Walaupun
para ilmuwan sulit untuk mengetahui kapan pendidikan anak usia dini
dilaksanakan untuk pertama kali, namun diperkirakan sejak para ahli filsafat
seperti Plato ( 427-374 B.C ) dan Aristoteles ( 394-332 B.C ) pendidikan ini
telah dilaksanakan ( Seefeldt dan Barbour, 1994:2 ).
Plato
mengemukakan bahwa waktu yang paling tepat untuk pendidikan anak adalah sebelum
usia 6 tahun. Menurut Comenius, pendidikan anak itu berlangsung sejalan dengan
bermain karena bermain adalah realisasi dari pengembangan diri dalam
kehidupan anak. Selanjutnya Johan Pastalozi ( 1746-1827 ) berpendapat bahwa
pendidikan dimulai dari rumah, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan anak
pada waktu bermain dan berbagai pengalaman indera yang dialaminya.
Adapun
pendapat yang menyatakan, bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia
sekolah dasar, yaitu usia tujuh tahun, ternyata tidaklah benar. Hasil
penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli
pendidikan memperlihatkan, bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia
0-4 tahun mencapai 50 %, hingga usia 8 tahun mencapai 80 %. Artinya apabila
pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang optimal maka
perkembangan otak anak tidak akan berkembang secara maksimal.
Semakin dini
penanganan dan bentuk-bentuk rangsangan yang dilakukan orang tua/ pendidik
terhadap anaknya maka hasilnya akan semakin baik. Sebaliknya, semakin lama
(lambat) anak mendapatkan penanganan dan bentuk-bentuk rangsangan yang baik,
maka semakin buruk hasilnya.
Plato adalah
filsuf pertama yang memandang arti penting bermain bagi seorang anak. Plato
melihat pentingnya nilai praktis yang ada dalam permainan. Misalnya pelajaran
Aritmatika untuk soal pembagian akan mudah diterima oleh anak-anak dengan cara
membagikan apel kepada mereka.
Sejarah
perkembangan teori bermain juga berdampak positif terhadap reformasi pendidikan
pada zaman realisme atau zaman baru. Zaman realisme abad 17 dipelopori oleh
Johann Amos Comenius ( 1592-1670 ). Comenius yang beragama Kristen Protestan itu
mempelajari teologi dan menjadi pendeta serta memimpin sekolah di Fulneck. Dia
menulis buku tentang informatorium. Buku tersebut berisi tentang cara bagaimana
orang tua mendidik anaknya menjadi seorang Kristen Protestan yang baik.
Menurutnya seorang ibu adalah seorang pendidik di rumah, ibu harus mengajarkan
dengan mengoptimalkan fungsi panca indera melalui peragaan dan mengurangi
verbalisme.
Pada abad 18
atau zaman rasionalisme merupakan zaman perubahan yang hebat. Hal ini karena
untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus yang hebat. Dalam hal ini, untuk
memperoleh ilmu pengetahuan harus dilakukan melalui percobaan, pengamatan dan
pengalaman. Dalam konteks belajar sekarang ini, maka konsep belajar di atas
hampir setara dengan konsep learning to know, learning to do, learning to be
dan learning to live together.
John Lock (
1932-1704 ) adalah seorang pedagogik. Lock menjelaskan kosep home Schooling.
Anak usia dini harus dididik dan diajarkan tentang pendidikan jasmani,
pendidikan scholastik, pendidikan moral, pendidikan agama melalui
permainan. Pemikiran Locke dianjurkan
oleh Jean Jacques Rousseau ( 1712-1778 ). Ia mengajarkan pendidikan rohani,
moral, jasmani, berenang, pemahaman jender, melatih indera anak,
kebebasan bermain, pengamatan, pengalaman, bahasa asing, menyanyi, menggambar
pada anak usia dini melalui pengenalan alam sekitar dimana anak berada.
Henrich
Pestaloozi ( 1746-1827 ) menjelaskan konsep bermain dengan praktek langsung
sehingga anak mempunyai pengalaman dan latihan. Rumah adalah tempat anak
bermain. Konsep bermain bagi anak usia dini mengajarkan tentang berhitung,
menulis,bercakap-cakap, gerak badan, berjalan-jalan dengan bermain. Pestalozzi
menjelaskan bahwa melalui bermain maka anak usia dini secara alamiah akan
berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuan dasarnya untuk belajar. Friedrich
Froebel ( 1782- 1852 ) menjelaskan bahwa konsep bermain merupakan proses
belajar bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di kebun, bermain dengan
pimpinan, bernyanyi, pekerjaan tangan atau keterampilan, bersosialisasi,
berfantasi, adalah merupakan proses belajar sambil bekerja. Konsep belajar
seraya bermain ini sampai saat ini masih menjadi trend untuk pendidikan anak
usia dini.
Abad 19
terdapat Spencer, Lazarus, G. Stanley H., Hal Groos. Dll. Teori-teori tentang
bermain dapat dikelompokan dalam 2 bagian, yaitu: (1) bermain yang didasarkan
pada teori surplus energi dan teori rekreasi, (2) teori rekapitulasi dan
praktis. Herbert Spencer ( kakek moyang Lady Diana ) dari Inggris dalam bukunya
Principles of Psychology berpendapat bahwa kegiatan bermain seperti berlari,
berlompat, berguling terjadi akibat anak kelebihan energi. Sebagai contoh,
Saila, umur 9 bulan, begitu ia terjaga dari tidur maka ia langsung
tertawa dan merangkak lalu berpegangan kedinding tangga dan meraih benda atau
mainan apa saja yang menarik hatinya kemudian memainkannya lewat tangan, atau
mulutnya sampai bosan kemudian beralih ke benda lain, seperti
kertas dan plastik atau mainan lainnya untuk dimainkannya sampai capek dan
tidur. Begitulah anak bermain dan ia belajar dari apa yang ia lihat, dengar,
cium dan pegang dalam kehidupannya, seolah tanpa lelah, karena ia memang
kelebihan energi dan merasa puas bereksplorasi dengan menyenangkan. Bila
ia diganggu, dirampas apa yang ia pegang atau apa yang ia mainkan, maka ia akan
menangis, kecuali diberikan benda pengganti yang sama-sama menarik untuk
dirinya.
Moritz
Lazarus dengan teori rekreasi menjelaskan, bahwa tujuan bermain adalah untuk
memulihkan energi yang sudah terkuras saat bergerak atau melakukan sesuatu.
Melakukan sesuatu atau bekerja dapat menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga
ini dapat dipulihkan kembali dengan cara tidur atau melibatkan dalam kegiatan
yang sangat berbeda dengan bekerja.
Karl Groos,
seorang filsuf menguraikan bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat
insting yang diperlukan untuk kelangsungan hidup anak di masa yang akan datang.
Ia mendasarkan teorinya itu pada prinsip seleksi alamiah yang dijelaskan oleh
Charles Darwin. Fungsi bermain mempunyai manfaat secara biologis untuk
mempertahankan kelangsungan hidup.
Pada zaman
modern sekarang ini memang sudah banyak sekali para ahli pendidikan yang
membicarakan tentang bermain dan hubungannya dengan perkembangan anak, antara
lain:
1.
Teori Psikoanalis Sigmund Freud
2.
Teori Kognitifa, Jean Piaget, Lev Vygotsky, dst.
3.
Teori Perkembangan sosial, dls.
Peran
bermain dalam perkembangan sosial anak misalnya, menurut pandangan
psikoanalisis adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik dan keluar dari rasa
frustasi. Tampaknya Freud melihatnya dalam pengalaman lahir. Dalam peristiwa
kelahiran seorang bayi menyiratkan kesan tidak enak, trauma dan mungkin juga
frustasi keluar dari rahim ibunya, sehingga anak akan merasa tenang dalam
dekapan ibunya, dan bermain menyebabkan anak ceria dan menimbulkan kreatifitas.
Bagi Piaget,
peran bermain terhadap perkembangan sosial anak adalah untuk memperaktikkan dan
melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari
sebelumnya.
Menurut Vygotsky, bermain dapat memajukan berpikir abstrak dan dengan belajar
ia akan dapat mengatur dirinya.
Dalam
teori perkembangan sosial, seperti yang dikemukakan oleh Mildred
Farten, menyatakan bahwa kegiatan bermain merupakan sarana sosialisasi. Dengan
bermain kadar interaksi sosialnya akan meningkat. Kadar interaksi sosial
tersebut dimulai dari bermain sendiri dan dilanjutkan dengan bermain secara
bersama. Karena itu dalam konteks ini akan tampak, bahwa anak yang dibiasakan
bermain akan lebih mudah menerima kehadiran orang lain dan berinteraksi dengan
orang lain. Semakin banyak ia disosialisasikan dengan orang lain, maka akan
semakin mudah ia berinteraksi dengan dan menerima (kehadiran) orang lain.
Dalam kontes
agama Islam, setelah persalinan anak akan diadzankan oleh orang
tuanya kemudian setelah tujuh hari ia akan diberi nama dan diakekahkan serta
dipotong rambutnya di hadapan undangan yang diiringi dengan lagu-lagu pujian.
Semua itu akan sangat menyenangkan bagi anak dan merupakan pengalaman interaksi
sosial yang sangat baik dari proses sosialisasi.
3. Pentingnya
bermain bagi anak usia dini
Para ahli
mendefinisikan bermain sebagai suatu perilaku yang mengandung motivasi internal
yang berorientasi pada proses yang dipilih secara bebas dan bukan hanya prilaku
pura-pura yang berorientasi pada suatu tujuan menyenangkan yang diperintahkan.
Kegiatan bermain ini adalah fungsi dari seluruh manusia.Sandra J, Stone (1993).
Karena itu, bermain dilakukan oleh siapa saja di berbagai belahan dunia,
baik laki-laki maupun perempuan dari anak-anak sampai orang dewasa. Stone
mengatakan bahwa bermain ada di setiap negara, budaya, bahasa,
dimana saja anak-anak dunia bermain.
Menurut Karl
Buhler dan Schenk Danziger, bermain adalah ”kegiatan yang menimbulkan
kenikmatan”. Dan kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.
Ketika anak-anak mulai mampu berbicara dan berfantasi, misalnya, fungsi
kenikmatan meluas menjadi schaffensfreude (kenikmatan berkreasi). Konsep ini
dikembangkan lebih lanjut oleh Charlotte Buhler yang menganggap bermain sebagai
pemicu kreativitas. Menurutnya anak yang banyak bermain akan meningkatkan
kreativitasnya.
Kendati
bermain bukanlah bekerja dan tidak sungguh-sungguh, Sigmund Freud yakin
bahwa anak-anak menganggap bermain sebagai sesuatu yang serius. Dalam bermain
anak-anak menumpahkan seluruh perasaannya. Bahkan mampu ”mengatur dunia
dalamnya” agar sesuai dengan ”dunia luar”. Ia berusaha mengatur,
menguasai, berpikir dan berencana. Karenanya menurut Erik Erikson, bermain
berfungsi memelihara ego anak-anak. Hal ini dapat dipahami karena anak yang
sedang bermain merasakan senang sehingga terpaksa ia harus mempertahankan
kesenangannya itu atau sebaliknya ia akan memelihara egonya secara
proporsional, sehingga menimbulkan rasionalitas dan tenggang rasa terhadap anak
lainnya. Semakin intens pengalaman itu dilalui anak akan semakin kuat
juga interaksi sosialnya dalam proses sosialisasi tersebut.
Jean Piaget
menyatakan, bahwa bermain menunjukkan dua realitas anak-anak, yaitu adaptasi
terhadap apa yang sudah mereka ketahui dan respon mereka terhadap hal-hal baru.
Dalam bermain, sarana sering menjadi tujuan. Banyak respon muncul, ya demi
respon itu sendiri. Anak berlari, misalnya, bukan demi kesehatan tetapi demi
lari itu sendiri. Lari ya lari, titik.
Jadi bagi
anak, bermain adalah sarana untuk mengubah kekuatan potensial di
dalam diri menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan. Bermain juga bisa
menjadi sarana penyaluran kelebihan energi dan relaksasi.
4. Pengaruh lingkungan
bermain terhadap perkembangan fisik motorik anak usia dini
Bermain merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak yang meliputi dunia fisik,
sosial dan kognitif. Pendek kata, bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan
anak. Kegiatan bermain memiliki kekuatan untuk menggerakkan perkembangan anak.
Pada masa anak-anak, bermain merupakan landasan bagi perkembangan mereka karena
bermain merupakan bagian dari perkembangan sekaligus sumber energi perkembangan
itu sendiri.
Beberapa ahli yakin bahwa bermain
mempengaruhi perkembangan anak melalui 3 cara. Pertama, bermain menciptakan
Zone of Proximal Developmental (ZPD) anak, yakni wilayah yang manghubungkan
antara kemampuan aktual anak dan kemampuan potensial anak. Saat bermain, anak
melakukan sesuatu yang melebihi usianya dan tingkah laku mereka sehari-hari.
Bermain dapat diibaratkan sebagai kaca pembesar yang berisi semua kecenderungan
perkembangan. Peran, aturan dan dukungan motivasional dimungkinkan oleh situasi
imajiner yang menyediakan bantuan bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih
tinggi pada ZPDnya.
Kedua, bermain memfasilitasi
pemisahan pikiran dari objek dan aksi. Didalam bermain anak lebih menuruti apa
yang ada dalam pikirannya dari yang ada dalam realita. Karena bermain
memerlukan penggantian suatu objek dengan yang lain, anak-anak mulai memisahkan
makna atau ide suatu objek dengan objek itu sendiri. Ketika seorang anak
menggunakan balok sebagai gelas dan minum dari gelas tersebut, anak mengambil
makna gelas dan memisahkan makna itu dari objeknya. Sejalan dengan perkembangan
anak, kemampuan anak untuk membuat subtitusi ini menjadi lebih fleksibel.
Pemisahan antara makna dengan objeknya merupakan persiapan untuk perkembangan
membuat gagasan dan berpikir abstrak. Di dalam berpikir abstrak, anak
mengevaluasi, memanipulasi dan memonitor ide dan pikiran tanpa mengacu pada
dunia nyata.
Ketiga, bermain mengembangkan
penguasaan diri. Di dalam bermain, anak tidak dapat bertindak sembarangan. Anak
mesti bertindak sesuai skenario. Anak yang bertindak sebagai bayi harus
menirukan tangis bayi dan berhenti ketika ayah membujuknya. Kegiatan menangis
merupakan tingkah laku yang disengaja yang menggunakan fungsi mental yang lebih
tinggi. Ini menunjukkan bahwa anak dapat menguasai tingkah laku mereka. Bermain
memerlukan kesadaran dan kontrol yang lebih signifikan dari konteks lain. Hal
ini memungkinkan suatu ZPD untuk perkembangan fungsi mental
yang lebih tinggi.
Pengaruh bermain terhadap
perkembangan fisik-motorik pada anak usia 4-6 tahun berpusat pada kontrol gerak
motorik kasar anak. Melalui bermain, anak dapat mengontrol gerak motor kasar.
Pada saat itulah, mereka dapat mempraktekkan semua gerakan motorik kasar
seperti berlari, meloncat dan melompat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat,
membawa, berjalan atau meloncat, berputar dan beralih respon untuk irama.
Anak usia 4 hingga 6 tahun perlu
bermain aktif. Mereka dapat melempar, menangkap, menendang, memukul, bersepeda
roda dua dan meluncur. Saat ini banyak anak yang menghabiskan waktunya untuk
aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau video. Anak itu membutuhkan
kesempatan untuk memanjat, berayun, mendorong, menarik, berlari, meloncat,
melompat dan berjalan dalam rangka menguasai tubuh mereka.
Pengaruh bermain terhadap
perkembangan fisik-motorik pada anak usia 4-6 tahun juga berpusat pada
penguasaan keterampilan motorik halus. Melalui bermain anak dapat
mempraktekkan keterampilan motorik halus mereka seperti menjahit, menata
puzzle, memaku paku ke papan, meniti balok titian, melompati berbagai objek, melompati
tali, melompat dan turun melewati beberapa anak tangga, memanjat, koordinasi
gerakan berenang, mengendarai sepeda roda dua dan mengecat. Perkembangan dan
kemampuan motorik halus anak dapat dipacu dengan menyediakan kesempatan yang
luas kepada mereka yang mencoba, menyediakan perangkat-perangkat yang memadai
dan dibutuhkan, serta memberikan bantuan yang dibutuhkan. Bukti menunjukkan
bahwa pengalaman-pengalaman anak dan antisipasikultural amat kondusif
bagi perkembangan keterampilan motorik halus ini.
Bermain membantu anak membangun
konsep dan pengetahuan. Anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam
kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain.
Pengetahuan tentang sekolah, misalnya dibangun lewat informasi yang didengarnya
dari orang lain, mengamati bangunan sekolah, aturan atau apapun tentang sekolah
dari berbagai sumber. Begitu anak menyimpan kenangan tentang sekolah, maka hal
itu akan diolahnya sehingga membentuk konsep yang semakin lama semakin
sempurna.
Bermain membantu anak mengembangkan
kemampuan berpikir abstrak. Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan
bermain pura-pura. Vygotsky menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum mampu
berpikir abstrak. Makna dan obyek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak
bermain telepon-teleponan, anak belajar bagaimana memahami perspektif orang
lain, menemukan strategi bermain bersama orang lain dan memecahkan
masalah. Fokus perkembangan intelektual dapat dilihat melalui bahasa dan
literasi serta berpikir logiko- matematis.
Bermain mendorong anak untuk
berpikir kreatif. Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif karena di dalam
bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai, belajar membuat
identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan,
belajar mengontrol diri mereka sendiri dan belajar mengenali makna sosialisasi
dan keberadaan diri antara teman sebaya. Di dalam bermain, anak terdorong untuk
melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban, dan menguji
jawaban dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. Ketika tidak dihalangi untuk
melakukan hal-hal ini, mereka terus melakukannya dan terus berusaha untuk
mencapai yang lebih baik lagi. Kreativitas akan terpupuk saat demi saat, tahap
demi tahap.
Bermain terhadap perkembangan sosial-emosional anak
Bermain membantu anak mengembangkan
kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain
harus berpikir tentang bagaimana mengorganisasikan materi sesuai dengan tujuan
mereka bermain. Anak-anak yang bermain dokter-dokteran harus berpikir di mana
ruang dokter, apa yang akan dipergunakan sebagai stetoskpo. Anak juga
memikirkan tugas dokter dan mempertimbangkan materi-materi tertentu, seperti
warna, ukuran dan bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan.
Selama bermain itu anak menemukan pengalaman baru, memanipulasi benda dan
alat-alat, berinteraksi dengan anak lain dan mulai menyusun pengetahuannya
tentang dunia. Bermain menyediakan kerangka bagi anak untuk mengembangkan
pengetahuan mereka tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Bermain dapat meningkatkan
kompetensi sosial anak. Bermain mendukung perkembangan sosialisasi dalam
hal-hal, antara lain : (1) interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman
sebaya, orang dewasa dan memecahkan konflik, (2) kerjasama, yakni interaksi
saling membantu, berbagi dan pola pergiliran, (3) menghemat sumber daya, yakni
menggunakan dan menjaga benda-benda dan lingkungan secara tepat, (4) peduli
terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima perbedaan individu, memahami
masalah multibudaya.
Bermain dapat membantu anak
mengekspresikan dan mengurangi rasa takut. Suatu studi melaprkan adanya reaksi
sekelompok anak setelah mereka menyaksikan kecelakaan di taman bermain dan
mendeskripsikan bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain. Anak-anak
dalam kelompok yang berbeda (3,4 dan 5 tahun) menggambarkan kecelakaan itu
kedalam kegiatan yang berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan
mereka dan mencoba membebaskannya melalui permainan rumah sakit-rumah sakitan
atau permainan lain yang menceritakan orang yang kesakitan. Anak-anak yang
ketakutan akan terkurangi rasa takutnya setelah mereka mengekspresikan
ketakutannya itu ke dalam kegiatan bermain.
Bermain dapat membantu anak
menguasai konflik dan trauma sosial. Bermain membantu perkembangan emosi yang
sehat dengan cara menawarkan kesembuhan dari rasa sakit dan kesedihan. Melalui
bermain, anak belajar menyerap, mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka
secara positif dan konstruktif.
Bermain juga dapat membantu anak
mengenali diri mereka sendiri. Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk menjadi diri mereka sendiri, mengenal diri mereka sendiri, untuk
membentuk desain kehidupan yang lebih baik. Anak-anak lebih memahami diri mereka
sendiri dalam hubungannya dengan dunia karena pengalaman bermain memungkinkan
mereka menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hati.
Bermain juga dapat menjadi sebuah alat penyembuh dalam kehidupan anak-anak.
Anak-anak memerankan perasaan dan kegelisahan mereka, serta mengembil jalan
keluar yang lebih memuaskan dalam suatu lingkungan yang mendukung dan
berterima.
Perkembangan
seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan (nature vs nurture).
Setiap individu adalah makhluk yang unik dan setiap tahap perkembagnan memiliki
karakteristik yang khas. Faktor bawaan mencakup ciri-ciri fisik, kecerdasan,
bakat, temperamen (yang akan menentukan bagaimana seseorang bertindak,
bereaksi, bersikap dari satu situasi ke situasi lain yang sifatnya relatif
menetap).
Faktor
lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian
memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang.
Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen “sulitâ€,
gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah
mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik),
kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial (
kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga
diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai
orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.
Konteks
dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam
konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya.
Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan
antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif,
memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap
hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif.
Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak.
Perhatian,
kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan.
Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk
menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai
orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan
rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak
menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam
aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan tidak boleh. Hal
ini berkaitan dengan karakteristik anak usia Balita yang biasanya negativistik,
mengapa demikian? Karena dia sudah sadar akan eksistensi dirinya yang berbeda
dari orang lain. Dari sini pula akan berkembang autonomi, jadi seni dalam
mendidik anak adalah bagaimana menimbang-nimbang sampai batas mana anak
dibolehkan dan sampai batas mana tidak dibolehkan. Bagaimana mengalhkan
keinginan anak yang tidak dibenarkan dan memberikan alternatif sehingga
autonomi anak tidak sampai dimatikan.
Di
usia Balita. Fokus utama untuk mengembangkan dimensi kognitif adalah dalam hal
bahasa dan memfokuskan perhatian pada apa yang sedang berlangsung. Mengapa
bahasa penting? Karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengarahkan
pikiran seseorang, ekspresi diri yang paling utama dalam komunitas manusia.
Kalau anak tidak paham bahasa dan tidak dapat mengungkapkan idenya melalui
bahasa, bagaimana dia akan mempelajari hal-hal lainnya?
Fokus
utama dalam aspek psikososial adalah menumbuhkan keyakinan diri sebagai anak
yang mampu berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sehingga anak merasa percaya
diri. Yang melandasi hal ini adalah perlakuan orang tua sejak dia bayi. Anak
merasa ada orang yang bisa dia andalkan untuk memenuhi semua kebutuhannya,
lekat dengan ibu-ayahnya (sebisa mungkin orangtua). Kalau anak merasa dirinya
lekat secara aman dengan prangtuanya, hal ini akan berdampak jangka panjang,
misalnya keinginan untuk meraih prestasi yang baik, memilih pasangan hidup,
dst.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bertitik tolak dari materi yang
telah diberikan pada bagian-bagian terdahulu, dapat diketahui bahwa bermain
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak.
Perkembangan yang paling berpengaruh dalam proses bermain anak, meliputi
perkembangan fisik-motorik, perkembangan kognitif dan perkembangan sosial
emosional. Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan yang mengarah ke arah
kuantitas atau yang dapat diukur, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala dan sebagainya. Perkembangan kognitif adalah proses yang terjadi secara
internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir.
Sosial emosional adalah perkembangan yang berhubungan dengan emosi rasa senang,
marah, jengkel, sedih dan segala perasaan yang berhubungan dengan lingkungan.
Upaya-upaya pengembangan anak,
khususnya dalam proses bermain yang dilakukan oleh orang tua dan guru serta
pihak-pihak yang terkait, akan lebih memberikan hasil yang optimal apabila
disertai dengan perluasan wawasan tentang perkembangan dan pengembangan anak.
Wawasan yang luas dari para orang tua dan guru serta pihak-pihak yang tekait
dengan usaha pendidikan dan perkembangan anak akan sangat membantu dalam
mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
3 komentar:
agen casino indonesia
agen judi sbobet
agen sbobet indonesia
agen sbo
agen sbobet terpercaya
agen sbobet
agen sbo terpercaya
agen judi terpercaya
sbosports
agent sbobet
agen sbobet indonesia
bandar judi terpercaya
agen judi bola terpercaya
agen judi ibcbet
sbobet indonesia
agen bola online
bandar judi bola
master agen betting online
bandar bola sbobet terpercaya
judi online
BANDARQ
Agen Poker
situs poker
poker online
Judi Poker Online
situs poker online terpercaya
Poker Online Terpercaya
poker uang asli
Domino QQ
Domino Poker
Capsa Online
QQ Online
Ceme Online
Blackjack Online
Poker Online Indonesia
Agen poker online
poker online asli
agen poker terbaik
agen poker terpercaya
situs poker uang asli
agen sbobet
poker uang asli
situs agen bola terbaik
judi casino online
agen ibcbet
situs judi online
poker online
agen judi bola
agen judi terpercaya dan terlengkap
judi online
Scr888 top up maxis is your one-stop portal for online gambling in Asia.
Betting is great fun and we’ve developed in-depth guides and resources for online gamblers from Asia.
We provide access to top-rated casinos and sports bookies. You’ll also find the best online slots, poker rooms and esports betting sites. https://www.evernote.com/shard/s510/client/snv?noteGuid=ef9cbefe-82e4-4f8c-b6e6-9de4b0690892¬eKey=e7488022db0a6496518e03365462540a&sn=https%3A%2F%2Fwww.evernote.com%2Fshard%2Fs510%2Fsh%2Fef9cbefe-82e4-4f8c-b6e6-9de4b0690892%2Fe7488022db0a6496518e03365462540a&title=918kiss%2Bjackpot%2Bhack
You got a Live Casino Malaysia really useful blog I have been here reading for about half an hour. I am a newbie and your post is valuable for me.
Posting Komentar