BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Kehidupan
anak tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan,
minum, menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan
kalkulator tidak lepas dari sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya
dapat menstimulasi anak dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan sains dan
teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu mempelajari konsep-konsep keilmuan dan
cara pengajarannya.
Pengenalan
sains untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses daripada produk.
Untuk anak prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara
sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi
terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada
disekitarnya. Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari
benda-benda tersebut.
Sains
juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala
benda dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan
dan mendengar. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin
memahami apa yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil
penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang
diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut. Melalui proses sains,
anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak
menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak
berpikir logis.
Dalam
pembelajaran sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan
pengukuran. Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti
jengkal, depa atau kaki. Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur
standar. Anak secara bertahap berlatih menggunakan stuan yang akan memudahkan
mereka untuk berfikir secara logis dan rasional.
Dengan
demikian sains juga mengembangkan kemampuan intelektual anak.
Anak usia dini
adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis
yang meliputi perkembangan intelektual, bahasa, motorik dan sosio emosional.
Berdasarkan kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal,
pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak usia dini yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Melalui upaya ini,
anak diharapkan memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya.
Ruang lingkup kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal
mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar
yaitu berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni. Dalam bidang pengembangan
kemampuan dasar kognitif bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Dengan mengembangkan kemampuan berpikir, anak diharapkan dapat mengolah
perolehan belajar dan menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah.
Salah satu hasil belajar yang harus dicapai adalah anak dapat mengenal berbagai
konsep sains sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu diperlukan suatu
metode pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya standar kompetensi dalam
kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal.
Pembelajaran sains untuk siswa Taman Kanak-kanak dalam upaya
menumbuhkan kemampuan berpikir sangat memerlukan peran serta dari para pendidik
baik orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Namun pada kenyataannya, masih
banyak kendala yang harus dihadapi khususnya dalam menanamkan hasil belajar
pengenalan konsep-konsep sains sederhana (IGB IGTKI Semarang: 2004 dalam
Yulianti D, 2005: 1).
Berdasarkan survey pada guru TK di Semarang (Yulianti D, 2005: 6)
menyebutkan bahwa implementasi pelaksanaan KBK 2004 mengalami kendala yaitu 80%
mengalami kendala strategi pembelajaran bermain sains, 80% sistem penilaian,
78% menyusun skenario pembelajaran sains. Oleh karena itu, diperlukan suatu
model pembelajaran pengenalan sains sederhana dengan materi pengukuran untuk
anak Taman Kanak-kanak terutama yang dapat melatih kemampuan berpikirnya.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di TK X, diketahui bahwa
peneliti mengalami kesulitan dalam memilih metode yang tepat untuk memberikan
pembelajaran mengenai konsep sains sederhana. Peneliti juga merasa kesulitan
dalam menyusun skenario pembelajaran agar pembelajaran mengenai konsep sains
sederhana menjadi lebih menarik bagi anak.
Karena dunia anak adalah bermain maka pembelajaran dapat dilakukan
melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Bermain
adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi pada anak (Sudono A, 2000: 1).
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan
memanfaatkan objek- objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi
lebih bermakna. Selain itu, belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada
anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung
banyaknya.
Jadi, pembelajaran pengenalan sains sederhana dapat diberikan pada anak
melalui metode bermain. Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi penelitian
di TK X tempat peneliti mengajar.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas,
dalam pembahasan makalah ini dirumuskan pertanyaan – pertanyaan di antaranya:
a. Apa
pengertian sains untuk Anak Usia Dini?
b.
Apa dan bagaimana pentingnya ains untuk
Anak usia Dini?
c. Apa tujuan pembelajaran sains untuk Anak Usia Dini?
d.
Apa dan bagaimana materi pembelajaran
sains untuk Anak Usia Dini?
e. Bagaimana
strategi pembelajaran Anak Usia Dini?
f.
Bagaimana proses evaluasi pembelajaran sains untuk PAUD?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sains Untuk Anak Usia Dini
Menurut
istilah secara umum, Sains adalah proses pengamatan, berpikir, dan
merefleksikan aksi dan kejadian/peristiwa. Sains merupakan cara kita berpikir
dan melihat dunia sekitar kita. Ini adalah salah satu cabang ilmu atau subjek
bahasan yang mengkaji fakta-fakta/kenyataan yang terkait dengan fenomena alam.
Pengkajian ini pun perlu dilakukan secara berkelanjutan (Isaac Asimov, 1995).
Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Kilmer dan Hofman (1995:60) bahwa
Sains merupakan pengetahuan tentang fenomena-fenomena tertentu,…proses yang
digunakan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi,…dan sebagai bentuk adaptasi
manusia pada lingkungan.
Pendapat di
atas senada dengan pemahaman tentang sains yang disampaikan oleh Brewer yang
mengatakan bahwa sains adalah semua yang ada/nampak di sekitar kita, terjadi di
mana kita berada. Sains pada anak-anak usia dini dapat diartikan sebagai
hal-hal yang menstimulus mereka untuk meningkatkan rasa ingin tahu, minat dan
pemecahan masalah, sehingga memunculkan pemikiran dan perbuatan seperti
mengobservasi, berpikir, dan mengaitkan antar konsep atau peristiwa.
Sains
adalah Aktifias pemecahan masalah yang dilakukan oleh manusia yang
dimotivasikan oleh rasa ingin tahu tentang dunia sekitar mereka dan keinginan.
Untuk memahami alam tersebut, serta keingian memanipulasi alam dalam rangka
meluaskan keinginan atau kebutuhannya.
Kata sains berasal dari bahasa latin
” scientia ” yang berarti pengetahuan. Berdasarkan webster new
collegiate dictionary definisi dari sains adalah “pengetahuan yang
diperolehmelalui pembelajaran dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi
suatu kebenaran umum dari hukum – hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan
dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah
sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan
eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi
di alam. \
Pengertian sains jugamerujuk kepada
susunan pengetahuan yang orang dapatkan melalui metode tersebut. atau bahasa
yanglebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan
menggunakan metode tertentu.
Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan
sains murni, untuk membedakannya dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi
sains yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. ilmu sains biasanya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
- Natural sains atau Ilmu pengetahuan
Alam
- Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial
- Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial
Sedangkan berikut ini adalah contoh dari begitu banyak
pembagian bidang – bidang sains, khususnya natural sains atau IPA
- BIOLOGI (Biology) :
Anatomi,biofisika,genetika, Ekologi, Fisiologi, taksonomi, virulogi,
zoologi, dll
- KIMIA (Chemistry) :
Kimia Analitik, Elektrokimia, Kimia organik, kimia anorganik, ilmu
material, kimia polimer, thermokimia
- Fisika (Physics) :
Astronomi, fisika nuklir, kinetika, dinamika, fisika material, optik,
mekanika quantum, thermodinamika
- Ilmu Bumi (Earth Science) : Ilmi
lingkungan, geodesi, geologi, hydrologi, meteorologi, paleontologi,
oceanografi.
B. Pentingnya Sains Untuk Anak usia
Dini
Anak usia dini,
atau usia prasekolah, berada dalam masa emas perkembangan otaknya. Salah satu
hasil penelitian menyebutkan, kapasitas kecerdasan anak pada usia empat tahun
sudah mencapai 50 persen. Kapasitas ini akan meningkat hingga 80 persen pada
usia delapan tahun. Ini menunjukkan pentingnya memberi rangsangan pada anak
usia dini.
Mengenalkan sains
dan matematika pada anak bukan berarti mengenalkan rumus-rumus. Suasana harus fun,
sehingga anak dalam kondisi ceria akan bertanya mengapa bisa demikian? Apakah
kejadian selanjutnya? Dan sebagainya.
Perlu diingat,
mengenalkan sains pada anak harus sesuai dengan tahapan umur dan
perkembangannya. Sebagian besar waktu dari anak usia dini dihabiskan bersama
orang tua. Maka yang perlu dilakukan orang tua adalah meluangkan sedikit waktu
untuk bermain dengan anak. Dalam situasi bermain itulah kita dapat melakukan
eksperimen sains dan mengenalkan matematika.
Bermain merupakan
tuntutan dan kebutuhan esensial bagi anak usia dini. Dengan bermain, anak dapat
memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif,
kreativitas, bahasa, emosi, nilai, dan sikap hidup.
Menurut
Whiterington (1979), bermain mempunyai fungsi mempermudah perkembangan kognisi
anak dan memungkinkan anak melihat lingkungan, mempelajari sesuatu, dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Selain itu, bermain juga dapat meningkatkan
perkembangan sosial anak.
Banyak manfaat
yang bisa diperoleh jika anak sejak dini telah diperkenalkan dengan sains.
Sains melatih anak bereksperimen dengan melaksanakan beberapa percobaan,
memperkaya wawasan anak untuk selalu ingin mencoba dan mencoba. Sehingga sains
dapat mengarahkan dan mendorong anak menjadi seorang yang kreatif dan penuh
inisiatif.
Sains membiasakan
anak-anak mengikuti tahap-tahap eksperimen dan tak boleh menyembunyikan suatu
kegagalan. Artinya, sains dapat melatih mental positif, berpikir logis, dan
urut (sistematis). Di samping itu, dapat pula melatih anak bersikap cermat,
arena anak harus mengamati, menyusun prediksi, dan mengambil keputusan.
Sekarang banyak
buku panduan yang dapat diperoleh di toko buku. Orang tua dapat menambah
wawasan tentang sains dan matematika, dengan membacanya terlebih dulu untuk
dapat menjawab setiap pertanyaan anak. Yang perlu diingat, jangan berlaku sok
tahu dalam menanggapi pertanyaan anak. Jangan pula mematahkan semangatnya dalam
bertanya dan belajar.
Kehidupan anak
tidak dapat lepas dari sains, kreativitas dan aktivitas sosial. Makan, minum,
menggunakan berbagai benda yang ada di rumah seperti radio, TV, dan kalkulator
tidak lepas dari sains dan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat
menstimulasi anak dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan sains dan
teknologi. Untuk itu, seorang guru perlu mempelajari konsep-konsep keilmuan dan
cara pengajarannya.
Pengenalan sains
untuk anak pra sekolah lebih ditekankan pada proses daripada produk. Untuk anak
prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana
sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap
berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya.
Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda
tersebut.
Sains juga melatih
anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda dan gejala
peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar.
Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa
yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan
berbagai benda yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan
berguna sebagai modal berpikir lanjut. Melalui proses sains, anak dapat
melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak menghubungkan
sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir logis.
Dalam pembelajaran
sains, anak juga berlatih menggunakan alat ukur untuk melakukan pengukuran.
Alat ukur tersebut dimulai dari alat ukur nonstandar, seperti jengkal, depa
atau kaki. Selanjutnya anak berlatih menggunakan alat ukur standar. Anak secara
bertahap berlatih menggunakan stuan yang akan memudahkan mereka untuk berfikir
secara logis dan rasional. Dengan demikian sains juga mengembangkan kemampuan
intelektual anak.
Pembelajaran sains pada anak usia dini sangat penting untuk memberikan
bekal ilmu pengetahuan kepada anak tentang alam dan segala isinya yang
memberikan makna terhadap kehidupannya di masa yang akan datang.
Pengembangan pembelajaran sains bagi anak usia dini, harus memiliki
arah dan tujuan yang jelas, karena dengan tujuan yang jelas akan dapat
dijadikan standar dalam menentukan tingkat ketercapaian dan keberhasilan suatu
tujuan pembelajaran yang dikembangkan dan dilaksanakan. Suatu tujuan yang dianggap
terstandar dan memiliki karakteristik yang ideal, apabila tujuan yang
dirumuskan memiliki tingkat ketepatan (validity), kebermaknaan
(meaningfulness), fungsional dan relevansi yang tinggi dengan kebutuhan serta
karakteristik sasaran.
Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran mempunyai keterukuran yang
memadai, artinya tujuan pembelajaran yang dikembangkan harus dapat diukur
dengan mudah, sederhana dan praktis. Prasyarat keterukuran suatu program
menjadi suatu keharusan apabila pembelajaran sains dipandang sebagai suatu
proses yang dinamis, terus menerus, berkesinambungan dan terintgrasi.
Hasil pengukuran tersebut dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan
program-program berikutnya. Hal ini sangat penting untuk pengembangan
pembelajaran sains bagi anak usia dini.
C.
Tujuan Pembelajaran Sains Untuk Anak Usia Dini
Ada beberapa
pandangan ilmuwan terhadap pendidikan dan pembelajaran sains menyatakan bahwa
tujuan pendidikan sains sejalan dengan kurikulum sekolah, yakni mengembangkan
anak secara utuh baik aspek domain kognitif, aspek afektif maupun aspek
psikomotor anak ( Abruscato, 1928), Sedangkan Sumaji mengemukakan bahwa
tujuan sains yang mendasar adalah untuk memupuk pemahaman, minat dan
penghargaan anak didik terhadap dunia dimana dia hidup. Sedangkan menurut Liek
wilarjo (1988) mengemukakan bahwa fokus dan tekanan pendidikan sains terletak
pada bagaimana kita membiarkan diri anak dididik oleh alam agar menjadi
lebih baik. Maknanya dididik dengan alam, melatih anak untuk jujur dan tak
berprasangka. Dari pengalaman bergumul keras untuk memecahkan persoalan dalam
sains, kita dilatih untuk gigih dan tekun dalam menghadapi berbagai kesulitan,
meningkatkan kearifan, dan meningkatkan mendewasaan pertimbangan
dalam menempuh jalan kehidupan. Dengan demikian tujuan pembelajaran sains
hendaknya diarahkan pada penguasaan konsep dan dimensi-dimensinya, kemampuan
menggunakan metode ilmiah, dalam pemecahan suatu masalah, sehingga terbangun
kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta Alam, yang ciptaan-Nya kita
pelajari selama ini.
Leeper (1994) mengemukakan tujuan pembelajaran sains bagi anak usia dini adalah
sebagai berikut :
1. Agar
anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui
penggunaan metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam
menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya.
2. Agar anak
memiliki sikap ilmiah. Hal-hal yang mendasar, misalnya : tidak cepat-cepat
dalam mengambil keputusan, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang,
berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.
3. Agar
anak-anak mendapatkan penngetahuan dan informasi ilmiah yang lebih
baik dan dapat dipercaya, artinya informasi yang diperoleh anak berdasarkan
pada standar keilmuan yang semestinya, karena informasi yang disajikan
merupakan hasil temuan dan rumusan yang obyektif serta sesuai dengan
kaidah-kaidah keilmuan yang menaunginya.
4. Agar anak
lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di
lingkungan dan alam sekitarnya.
Berdasarkan
tujuan tersebut, jelaslah bahwa pengembangan pembelajaran sains
bukan saja membina domain kognitif anak saja, melainkan membina aspek afektif
dan psikomotor secara seimbang, bahkan lebih jauh diharapkan dengan
mengembangkan pembelajaran sains yang memadai (adequate) akan
menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis yang semuanya akan sangat
bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk menghadapi perannya yang
lebih luas dan kompleks pada masa akan datang.
D. Materi Pembelajaran Saiins untuk
Anak Usia Dini
Ada
beberapa jenis keterampilan sains dapat dilatihkan pada anak usia dini. Pertama,
mengamati. Caranya, ajak anak-anak mengamati fenomena alam yang terjadi di
sekeliling kita. Dimulai dari yang paling sederhana. Misalnya, mengapa es bisa
mencair? Mengapa ada siang dan malam, dan sebagainya.
Kedua,
mengelompokkan. Dalam hal ini, anak diminta untuk menggolongkan benda sesuai
kategori masing-masing. Misalnya kelompok bunga-bungaan, kelompok biji-jian,
kelompok warna yang sama, dan lain sebagainya.
Ketiga,
memprediksi. Misalnya, berapa lama es akan mencair, berapa lama lilin akan
meleleh, berapa lama air yang panas akan menjadi dingin, dan seterusnya. Keempat,
menghitung. Kita mendorong anak untuk menghitung benda-benda yang ada di
sekeliling, kemudian mengenalkan bentuk-bentuk benda kepadanya.
Jadi,
sains dan matematika sebenarnya dapat diperkenalkan kepada anak sejak usia
dini. Tentu dengan memperhatikan cara dan bahasa penyampaiannya, serta disesuaikan
dengan umur dan perkembangan si anak.
Kegiatan
pengenalan sains untuk anak prasekolah sebaiknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak. Guru/pendidik hendaknya tidak menjejalkan konsep sains
kepada anak, tetapi memberikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan anak
menemukan sendiri fakta dan konsep sederhana tersebut. Teori Experimental
Learning dari Carl Rogermengisyaratkan pentingnya pembelajaran yang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan anak. Menurutnya anak secara alamiah dengan
kapasitas dan kemauan untuk belajar. Fungsi pendidik hanyalah memfasilitasi dan
membantu agar anak dapat belajar secara optimal. Menurut Piaget (1972) anak
prasekolah usia 4-6 tahun berada pada fase perkembangan pra operasional dan
menuju konkret operasional. Untuk itu kegiatan sains sebaiknya disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan karakterstik anak tersebut.
Berikut ini merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit:
Benda-benda yang digunakan bermain dalam kegiatan pembelajaran adalah benda yang konkrit (nyata). Pendidik tidak dianjurkan untuk menjejali anak dengan konsep-konsep abstrak. Pendidik sebaiknya menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak dapat menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan sebab akibat terlihat secara langsung:
Anak usia 5-6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara langsung, membuat anak mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih anak menghubungkan sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi:
Kegiatan sains sebaiknya memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik ke dalam kelas. Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya, atau ulat yang akan menjadi kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan perilaku dan perubahan yang terjadi terhadap binatang tersebut. Bermain dengan air, magnet, balon, suara atau bayang-bayang akan membuat anak sangat senang. Anak juga akan dapat menggunakan hampir semua panca indranya untuk melakukan eksplorasi atau penyelidikan.
4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri:
Sains tidak melatih anak untuk mengingat berbagai objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup dengan memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi memungkinkan anak berinteraksi langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari objek tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak tepat jika memperkenalkan anak berbagai objek melalui gambar atau model. Anak membutuhkan objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”:
Keterbatasan anak menghubungkan sebab akibat menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan ”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab akibat. Jika anak bermain dengan air di pipal lalu anak ditanya ”apa yang akan terjadi jika ujung pipa dinaikkan?”. Anak dapat menjawab, ”air akan mengalir melalui ujung yang lain yang lebih rendah.” tidak perlu anak ditanya ”mengapa jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke ujung yang lebih rendah”? Hal itu tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering anak menerjemahkan pertanyaan ’mengapa” dengan ”untuk apa”, sehingga pertanyaan mengapa akan dijawab ”agar” atau ”supaya” .
6. Lebih menekankan proses daripada produk:
Melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan sangat menyenangkan bagi anak. Anak tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu guru tidak perlu menjejali nak dengan berbagai konsep sains atau mengharuskan anak untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan anak. Biarkan anak secara alami menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda. Dengan kata lain proses lebih penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika:
Pengenalan sains hendaknya terpadu ddengan disiplin ilmu yang lain, seperti bahasa, matematika, seni dan atau budi pekerti. Melalui sains anak melakukan eksplorasi terhadap objek. Anak dapat menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Anak melakukan pengukuran, menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek yang diamati dan meawarnai gambarnya (seni). Anak juga diajarkan mencintai lingkungan atau benda disekitarnya (budipekerti).
8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science):
Sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Anak-anak yang masih memiliki pikiran magis (/imagical reasoning) akan sangat tertarik dengan keajaiban tersebut. Misalnya air susu dicampur air sabun dan diberi tiga macam pewarna makanan, lalu diaduk. Dengan manmbahkan sedikit air soda, anak akan melihat air berbuih dan mengeluarkan gelembung seperti mendidih, menampilkan air warna warni yang menarik.
Ada beberapa materi sains yang sesuai untuk anak prasekolah terutama usia 5-6 tahun. Pembelajaran topik-topik sains hendaknya lebih bersifat memberikan pengalaman tangan pertama (first-hand experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep saians yang abstrak. Selain itu pembelajaran sains hendaknya mengembangkan kemampuana observasi, klasifikasi, pengukuran, mengunakan bilangan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat. Materi tersebut antara lain:
1. Mengenal gerak:
Anak sangat senang bermain dengan benda-benda yang dapat bergrak, memutar, menggelinding, melenting, atau melorot. Ada beberpa kegiatan untuk mengenalkan anak dengan gerakan, antara lain:
a. Menggelinding dan bentuk benda: Materi ini menyadarkan anak akan sebab-sebab timbulnya gerakan pada benda. Kemiringan papan, bentuk benda slilidris dan kotak, halus kasarnya permukaan benda ikut mempengaruhi kecepatan gerakan. Materi ini juga dapat melatih kemampuan observasi.
Berikut ini merupakan rambu-rambu yang dapat menjadi acuan dalam pembelajaran sains :
1. Bersifat konkrit:
Benda-benda yang digunakan bermain dalam kegiatan pembelajaran adalah benda yang konkrit (nyata). Pendidik tidak dianjurkan untuk menjejali anak dengan konsep-konsep abstrak. Pendidik sebaiknya menyediakan berbagai benda dan fasilitas lainnya yang diperlukan agar anak dapat menemukan sendirri konsep tersebut.
2. Hubungan sebab akibat terlihat secara langsung:
Anak usia 5-6 tahun masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara langsung, membuat anak mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih anak menghubungkan sebab akibat.
3. Memungkinkan anak melakukan eksplorasi:
Kegiatan sains sebaiknya memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda yang ada disekitarnya. Pendidik dapat menghadirkan objek dan fenomena yang menarik ke dalam kelas. Misalnya guru menghadirkan induk kucing dengan anaknya, atau ulat yang akan menjadi kepompong. Anak akn merasa senang memperhatikan perilaku dan perubahan yang terjadi terhadap binatang tersebut. Bermain dengan air, magnet, balon, suara atau bayang-bayang akan membuat anak sangat senang. Anak juga akan dapat menggunakan hampir semua panca indranya untuk melakukan eksplorasi atau penyelidikan.
4. Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri:
Sains tidak melatih anak untuk mengingat berbagai objek, tetapi melatih anak mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan objek tersebut. Oleh karena itu kegiatan pengenalan sains tidak cukup dengan memberitahu definisi atau nama-nama objek, tetapi memungkinkan anak berinteraksi langsung dengan objek dan memperoleh pengetahuan dengan berbagai inderanya dari objek tersebut. Oleh sebab itu sangat tidak tepat jika memperkenalkan anak berbagai objek melalui gambar atau model. Anak membutuhkan objek yang sesungguhnya.
5. Memungkinkan anak menjawab persoalan ”apa” dari pada ”mengapa”:
Keterbatasan anak menghubungkan sebab akibat menyebabkan anak sulit menjawab pertanyan ”mengapa”. Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan logika berfikir sebab akibat. Jika anak bermain dengan air di pipal lalu anak ditanya ”apa yang akan terjadi jika ujung pipa dinaikkan?”. Anak dapat menjawab, ”air akan mengalir melalui ujung yang lain yang lebih rendah.” tidak perlu anak ditanya ”mengapa jika ujung ini dinaikkan, air akan mengali ke ujung yang lebih rendah”? Hal itu tidak akan dapat dijawab oleh anak. Sering anak menerjemahkan pertanyaan ’mengapa” dengan ”untuk apa”, sehingga pertanyaan mengapa akan dijawab ”agar” atau ”supaya” .
6. Lebih menekankan proses daripada produk:
Melakukan kegiatan eksplorasi dengan benda-benda akan sangat menyenangkan bagi anak. Anak tidak brfikir apa hasilnya. Oleh sebab itu guru tidak perlu menjejali nak dengan berbagai konsep sains atau mengharuskan anak untuk menghasilkan sesuatu dari kegiatan anak. Biarkan anak secara alami menemukan berbagai pengertian dari interaksinya bermain dengan berbagai benda. Dengan kata lain proses lebih penting daripada produk.
7. Memungkinkan anak mengunakan bahasa dan matematika:
Pengenalan sains hendaknya terpadu ddengan disiplin ilmu yang lain, seperti bahasa, matematika, seni dan atau budi pekerti. Melalui sains anak melakukan eksplorasi terhadap objek. Anak dapat menceritakan hasil eksplorasinya kepada temannya (bahasa). Anak melakukan pengukuran, menggunakan bilangan, dan membaca angka (matematika). Anak dapat juga menggambarkan objek yang diamati dan meawarnai gambarnya (seni). Anak juga diajarkan mencintai lingkungan atau benda disekitarnya (budipekerti).
8. Menyajikan kegiatan yang menarik (the wondwer of science):
Sains menyajikan berbagai percobaan yang menarik seperti sulap. Anak-anak yang masih memiliki pikiran magis (/imagical reasoning) akan sangat tertarik dengan keajaiban tersebut. Misalnya air susu dicampur air sabun dan diberi tiga macam pewarna makanan, lalu diaduk. Dengan manmbahkan sedikit air soda, anak akan melihat air berbuih dan mengeluarkan gelembung seperti mendidih, menampilkan air warna warni yang menarik.
Ada beberapa materi sains yang sesuai untuk anak prasekolah terutama usia 5-6 tahun. Pembelajaran topik-topik sains hendaknya lebih bersifat memberikan pengalaman tangan pertama (first-hand experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep saians yang abstrak. Selain itu pembelajaran sains hendaknya mengembangkan kemampuana observasi, klasifikasi, pengukuran, mengunakan bilangan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat. Materi tersebut antara lain:
1. Mengenal gerak:
Anak sangat senang bermain dengan benda-benda yang dapat bergrak, memutar, menggelinding, melenting, atau melorot. Ada beberpa kegiatan untuk mengenalkan anak dengan gerakan, antara lain:
a. Menggelinding dan bentuk benda: Materi ini menyadarkan anak akan sebab-sebab timbulnya gerakan pada benda. Kemiringan papan, bentuk benda slilidris dan kotak, halus kasarnya permukaan benda ikut mempengaruhi kecepatan gerakan. Materi ini juga dapat melatih kemampuan observasi.
b. Menggelinding dan ukuran benda: Bermain dengan cara menggelindingkan benda-benda dengan berbagai ukuran akan membantu siswa untuk mengenal bahwa besar kecil, berat ringannya suatu benda akan mempengaruhi gerak benda tersebut. Meteri ini juga melatih kemampuan observasi pada anak.
2. Mengenal benda cair:
Bermain dengan air merupakan salah
satu kesenangan anak. Pendidik dapat mengarahkan permainan tersebut agar anak
dapat memiliki berbagai pengalaman tentang air. Air senantiasa menyesuaikan
bentuknya dengan bentuk wadahnya. Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yng lebih rendah atau dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang
bertekanan rendah. Berbagai kegiatan n dengn air, antara lain:
a. Konservasi volume: Kegiatan ini merupakan cara untuk melatih anak memahami isi atau volume benda cair. Anak Pra operasional belum dapat memahami konservasi volume (Piaget 1972). Oleh karena itu memperkenalkan anak dengan bejana yang dapat diisi akan membantu anak memahami konservasi volume. Sambil mengisi botol besar, lalu memindahkan ke botol yang lebih kecil dan sebalaiknya, anak belajar mengunakan bilangan untuk menghitung banyaknya air yang dimasukkan ke botol tersebut. Anak juga akan berlatih memahami pengertian lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan di luar kelas. Agar tidak basah, sebaiknya anak diminta memakai rompi plastik.
b. Tenggelam dan terapung: Kegiatan ini dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas. Jika di kelas, beri alas plastik dan koran agar air tidak mmbasahi tempat. Tujuan kegiatan ini adalah agar anak diberi pengalaman bahwa ada benda yang tenggelam an ada yang terapung. Anak sering mengira benda yang berukuran kecil terapung dan yang besar tenggelam. Tenggelam atau terapung tidak ditentukan oleh ukuran benda melainkan oleh berat jenis benda.
c. Membuat benda terapung: Tujuan kegiatan ini addalah untuk mengenalkan pada anak bahwa benda yang tenggelam dapat dibuat terapung. Dari kegiatan ini pula anak akan memahami, mengapa perahu yang berat dapat terapung.
d. Larut dan tidak larut: Sebagian benda larut ke dalam air dan sebagian lagi tidak. Gula, garam dan warna pada teh larut dalam air sehingga akan membentuk larutan. Jika larutan dibiarkan, maka akan membentuk endapan, kecuali jika airnya diuapkan semua. Benda lain tidak larut dalam air, seperti tepung, pasir dan minyak. Jika benda tersebut dicampur dengan air maka tidak akan membentuk larutan, tetapi membentuk campuran. Campuran kelihatan tidak homogen dan jika diendapkan, maka akan terlihat adanya endapan.
e. Air mengalir: Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah karena gravitasi bumi. Air dari tempat yang lebih rendah dapat dialirkan ke tempat yang lebih tingi dengan menambah tekanan, misalnya dengan pompa air. Anak sangat senang bermain dengan air mengalir dan memperoleh pengalaman langsung yang kelak akan berguna untuk mempelajari sains.
f. Mengenal sifat berbagai benda cair: Melalui kegiatan ini anak diperkenalkan bahwa benda cair itu bermacam-macam, tidak hanya air. Benda-benda cair itu juga memiliki sifat yang berbeda.
3. Mengenal timbangan (neraca):
Neraca
sangat baik untuk melatih anakmenghubungkan sebab akibat karena hasilnya akan
nampak secara langsung.jika beban di satu lengan timbangan di tambah, maka
beban akan turun. Demikian pula jika beban di geser menjauhi sumbu. Berbagai
benda memiliki massa jenis berbeda. Kapas dan spon memiliki massa jenis yang
lebih kecil dibanding besi dan batu, meskipun batu dan besi ukurannya kecil
tetapi akan lebih berat dari kapas atau spon.
4. Bermain gelembung sabun:
4. Bermain gelembung sabun:
Anak sangat
menyukai bermain dengan gelembung sabun. Dengan menambahkan satu sendok
gliserin pada dua liter air, larutan sabun, akan diperoleeh larutan yang sabun
yang menakjubkan yang dapat digunakan untuk membentuk gelembung raksasa,
jendela kaca, atau bentuknya lainnya dari busa..
5. Mengenal benda-benda lenting:
5. Mengenal benda-benda lenting:
Benda-benda
dari karet pada umumnya memuliki kelenturan sehingga mampu melenting jika
dijatuhkan. Demikian pulla benda dari kare yang diisi udara , seperi bola
basket, bola voli dan bola plastik. Anak sangat senang bermin dengan benda-benda
tersebut.
6. Mengenal Binatang:
6. Mengenal Binatang:
Binatang
merupakan mahluk yang menarik bagi anak-anak karena mampu merespon rangsang.
Anjing, misalnya mampu mengembalikan bnda-benda yang dilemparkan pemiliknya.
Anak kucing akan mengejar dan menerkam benda-benda yang bergerak. Meskipun
masih diperdebatkan dari segi sanaitasi dan higienisnya, memelihara hewan
peliharaan dapat mengembangkan rasa kasih dan sayang pada anak. Melalui
binatang anak akan belajar banyak tentang mahluk tersebut. Oleh karena itu di
nagara-negara maju, kebun binatang dilengkapi dengan pojok sains (sains center)
dimana anak dapat berinteraksi dengan bintang yang jinak dan bersih sambil
memperlajarinya. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh anak jika berinteraksi
dengan binatang. Pertama, anak belajar mengenal dan menghargai mahluk hidup, ia
belajar bahwa mahluk hidup memerlukan makanan, papan dan kasih sayang. Kedua,
anak belajar untuk menyayangi binatang yang pada akhirnya akan menumuhkan rasa
kasih sayang pada mahluk hidup.
Masih banyak
materi yang dapat membantu anak mengenal sains termasuk mengenal tubuh mereka
sendiri. Guru dapat mengembangkan sendiri fenomena-fenomena yang ada dan yang
terjadi di sekitar anak. Termasuk tumbuhan yang ada di sekitar mereka.
E.
Strategi
Pembelajaran Anak Usia Dini
Ø Strategi Pengembangan
Pembelajaran Sains Melalui Seni Rupa
Banyak
Taman Kanak-kanak di Indonesia yang mendekati seni dengan dua cara: pertama
dengan mengajarkan seni sebagai bidang pengembangan yang tersendiri dan terbuka
bagi siswa. Kedua dengan mengintegrasikan seni ke dalam semua bidang
pengembangan sebagai alat belajar mengajar. Seni-seni visual (rupa) menggambar, melukis, mengukir,
merancang dan instalasi sering diintegrasikan dalam pembelajaran di Taman Kanak
Kanak.
Pendekatan
yang kedua di atas, dapat di terapkan dalam bidang pengembangan sains di Taman
kanak-Kanak. Akan tetapi tentu saja guru/pendidik di Taman Kanak-Kanak harus
memperhatikan tipologi dan gaya karya seni rupa anak, secara umum anak juga
mengalami periodisasi atau masa perkembangan menggambar. Bahkan dikatakan bahwa
pada masa peka itulah anak-anak mengalami masa keemasan ekspresi kreatif.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap karya gambar yang dilakukan oleh para ahli antara
lain W. Labert Britain dan Viktor Lowenfeld menunjukkan bahwa setiap anak
mengalami masa-masa perkembangan menggambar. Menurut Lowenfeldperiodisasi menggambar
anak-anak dibedakan menjadi:
§ Masa goresan (sekitar usia 2-4 tahun)
§ Masa prabagan (sekitar usia 4-7
tahun)
§ Masa bagan (sekitar usia 7-9 tahun)
§ Masa permulaan realisme (sekitar usia 9-11 tahun)
§ Masa realisme semu (sekitar umur 11-13 tahun)
Anak
usia TK B adalah termasuk masa prabagan.
Masa ini goresan-goresan yang dilakukan oleh anak masih bersifat mendatar,
tegak dan melingkar yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan-ungkapan
yang dapat dikaitkan dengan wujud objek tertentu, misalnya bentuk bagan manusia
yang masih sederhana. Kehadiran gambar manusia yang sering diwujudkan anak-anak
memang sangat wajar di mana anak selalu dalam lingkungan yang secara visual
manusialah yang sering dilihatnya. Sejak masa ini anak sudah dapat mewujudkan
objek gambarnya secara tetap dengan ciri-ciri tertentu, misalnya ini aku, ini
ibu, ini ayah, ini kakak, dan sebagainya. Goresan-gorasan yang dibuat sudah
mulai terarah sesuai dengan hasratnya untuk memberi bentuk kepada imajinasinya.
Masa ini merupakan masa peralihan dari masa menoreng/menggores ke masa bentuk
bagan/skematis, sehingga dikenal dengan perkembangan menggambar prabagan.
Masa
seperti ini juga terjadi dalam bidang seni rupa yang lain, di mana anak mulai
dapat mengungkapkan imajinasinya ke dalam bentuk tertentu.
Dengan
demikian dalam pembelajaran sain melalui seni rupa untuk anak TK B, harus
memperhatikan periodisasiperkembangan kognitif dan periode perkembangan seni
rupa bagi anak. Di mana anak dalam periode
praoperasional dari sisi kogitif dan pada masa prabagan dari sisi perkembangan
seni. Berangkat dari sinilah pengembangan pembelajaran
sains melalui seni mulai disusun dengan memadukan pada semua aspek pengembangan
dan mengacu pada tema-tema yang telah dirangcang oleh dewan guru bersama kepala
sekolah dalam rangka memberikan pendidikan yang terbaik untuk ana
Ø Pendekatan dan Metode Pembelajaran Di
Taman Kanak-kanak
Menurut R.J.
Drost dalam Mardiyanto (2008:12) taman Kanak-kanak adalah pendidikan untuk anak
usia prasekolah. Taman Kanak-kanak merupakan pendidikan untuk usia prasekolah
sehingga kegiatannya mencakup kegiatan pendidikan, penanaman nilai, sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan dalam
kurikulum 2004 Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Afhtal (Depdiknas, 2004:2)
disebutkan bahwa Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal bagi anak usia empat tahun sampai
enam tahun.
Berdasarkan
definisi di atas, anak Taman Kanak-kanak (TK) adalah anak usia prasekolah yang
berada dalam rentang usia antara empat sampai enam tahun. Hal ini sesuai dengan
pendapat Susanti (2007:6) yang menyatakan bahwa anak Taman Kanak-kanak (TK)
adalah anak-anak usia antara lima sampai dengan enam tahun.
Masa Kanak-kanak
merupakan masa saat anak belum mampu untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya. Mereka cenderung ingin menyenangkan orang dewasa, senang bermain
bersama tiga atau empat teman pada saat yang bersamaan, tetapi mereka juga
ingin menang sendiri dan sering merubah aturan main untuk kepentingannya
sendiri (Juwita K, 1997: 27). Pada masa itu, anak menjadi sensitif untuk
menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi yang dimilikinya.
Pada masa itu
pula terjadi pematangan fungsi- fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan sehingga dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri,
disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama.
Dalam kurikulum
2004 Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA) menguraikan bahwa
pendekatan pembelajaran pada pendidikan TK dan RA dilakukan dengan berpedoman
pada suatu program kegiatan yang telah disusun sehingga seluruh pembiasaan dan
kemampuan dasar yang ada pada anak dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Pendekatan pembelajaran pada anak TK dan RA hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Anak TK adalah anak yang sedang
membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis yang meliputi
intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Dengan demikian berbagai
jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang
disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing
anak.
2.
Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak-anak usia Taman Kanak-kanak dan
Raudlatul Athfal. Untuk itu dalam memberikan pendidikan pada anak usia Taman
Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal harus dilakukan dalam situasi yang
menyenangkan sehingga ia tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Selain
menyenangkan, metode, materi dan media yang digunakan harus menarik perhatian
serta mudah diikuti sehingga anak akan termotivasi untuk belajar.
Melalui kegiatan bermain anak
diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat
dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga
merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan
yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya.
3.
Kreatif dan Inovatif
Proses pembelajaran dilakukan
melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu,
memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya juga dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya
dijadikan sebagai objek, tetapi juga dijadikan subyek dalam proses
pembelajaran.
Kegiatan belajar di Taman
Kanak-kanak dirancang untuk membentuk perilaku dan mengembangkan kemampuan
dasar yang ada dalam diri anak usia Taman Kanak-kanak, tetapi dalam
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya.
Dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar di Taman Kanak-kanak, seorang guru harus memahami dan menguasai metode
pembelajaran yang digunakan. Dengan menguasai metode pembelajaran ini,
diharapkan tujuan pendidikan yang di antaranya untuk mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian,
seni, moral dan nilai- nilai agama dapat tercapai secara optimal. Beberapa
metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak TK menurut
Moeslichatoen (1999) adalah :
1.
Metode bermain
2.
Metode Karyawisata
3.
Metode Bercakap-cakap
4.
Metode Bercerita
5.
Metode Demonstrasi
6.
Metode Proyek
7.
Metode Pemberian tugas
F. EvaluasiPenbelajaranSainsUntuk
PAUD
Salah satu komponen penting dalam sistem
pembelajaran adalah penilaian atau evaluasi. Oleh karena itu, perangkat
penilaian merupakan bagian integral yang dikembangkan berdasarkan tuntutan
tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009), penilaian dalam pendidikan
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan
pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk mengambil
keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan beragam
alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau pencapaian
kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian
dilakukan oleh guru untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana
yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan
untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa.
Dengan demikian, penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan
terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang diperoleh, dapat
dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan
pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan
untuk memperbaiki hasil pembelajaran.
Sains
dan mengajarkan siswa tentang sains memiliki arti lebih dari pada pengetahuan
ilmiah itu sendiriknowledge.. Menurut Rezba (1999), hThere are three
dimensionsal ini disebabkan karena iof science that are all importalmu
pengetahuan dikonstruksi atas tiga dimensi penting. The first Pertamaof
these is the content of science, the basic adalah konten atau isi dari ilmu
pengetahuan, konsep dasarconcepts, and our scientific knowledge., dan
pengetahuan ilmiah. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu pengetahuan yang sangat
penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama. Kedua
adalah The other two important dimensions of sciencprosesof doing science and
scientific attitudes. kerja sains, di mana proses sains dalam hal ini adalah
keterampilan proses sains yang digunakan para ilmuan dalam proses melakukan
sains atau kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan
keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang
keterampilan proses sains.
Dimensi ketiga
ilmu pengetahuan adalah sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan “watak”
yang menjadi karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa
keingintahuan dan kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan
dan menyelesaikan masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah
penghargaan terhadap metode dan nilai-nilai ilmiah. Metode ilmiah dan nilai
ilmiah tersebut diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan menggunakan
berbagai macam fakta atau bukti, serta ketelitian dalam menemukan data. Lebih
dari itu, sikap ilmiah yang penting adalah bahwasanya pengetahuan dan teori
ilmiah berubah setiap saat berdasarkan perkembangan informasi. Dalam hal ini,
siswa menyikapi kebenaran dalam ilmu pengetahuan sebagai kebenaran yang
bersifat sementara atau tentatif.
Dalam
sifat ketentativan ilmu pengetahuan, guru tidaklah mungkin dapat mengajarkan
semua konten dalam ilmu pengetahuan. Siswa dalam keterbatasannya pun tidak
mungkin dapat mengetahui semua fakta-fakta yang telah ditemukan oleh para
ilmuwan. Oleh karena itu, hal yang paling rasional dapat dilakukan adalah siswa
harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki keterampilan dalam kerja
ilmiah atau keterampilan proses sains. Dengan hal itu, siswa memiliki
kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya. Pada suatu saat,
siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
Keterampilan
proses sains dapat dikatakan sebagai kompetensi yang bersifat generik.
Keterampilan proses sains memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembentukan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, kemampuan keterampilan
proses sains dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan siswa. Membiasakan
siswa belajar melalui proses kerja ilmiah, selain dapat melatih detail
keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk pola berpikir
siswa secara ilmiah. Dengan demikian, pengembangan keterampilan proses sains
dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa (high
order of thinking).
Oleh
karena itu, dalam konteks pembelajaran sains pun harus dirancang sebagaimana
desain tiga dimensi sains yaitu konten/produk pengetahuan, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Dalam hal ini, pembelajaran sains haruslah mengintegrasikan
antara pembelajaran keterampilan kerja ilmiah sebagai proses penemuan dan
pembentukan pengetahuan, pembelajaran konsep dasar pengetahuan sains sebagai
konten/produk sains, dan pembelajaran sikap ilmiah. Oleh karena pembentukan
pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun
harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan keterampilan proses
sains siswa. Dengan demikian, perkembangan kemampuan keterampilan proses siswa
memiliki peran yang sama penting dan terintegrasi dengan penguasaan pengetahuan
sains dan sikap ilmiah.
Menurut
Rezba (1999), pengajaran dan pengukuran keterampilan proses dapat dilakukan
pada seluruh tingkatan kelas. Perbedaan materi dan tingkat kerumitan, metode
dan sistem pengukuran dapat disesuaikan sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa. Kemampuan siswa menggunakan proses sains akan berkembang seiring dengan
berkembangnya pengalaman belajar dan tingkatan kelas atau tingkat kognitif
siswa secara biopsikologis. Penilaian terhadap kemampuan keterampilan proses
sains, dapat memberikan infromasi data status pencapaian keterampilan siswa.
Hasil tersebut, dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan keterampilan proses
selanjutnya serta instrument refleksi terhadap perencanaan dan proses
pembelajaran. Dengan demikian, pentingnya keterampilan proses sains merupakan
dasar dalam pembentukan pengetahuan sains bagi siswa dan akan digunakan siswa
dalam setiap sisi kehidupannya di masa depan.
Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008),
keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu,
yaitu:
- Observasi atau mengamati, menggunakan
lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik
obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
- Klasifikasi, proses
pengelompokan dan penataan objek
- Mengukur, membandingkan kuantitas
yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan
non-standar satuan pengukuran.
- Komunikasi, menggunakan
multimedia, tulisan, grafik, gambar, ataucara lain untuk berbagi temuan.
- Menyimpulkan, membentuk ide-ide
untuk menjelaskan pengamatan.
- Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi
tentang hasil yang diharapkan.
MenurutRezba (1999), keenamketerampilan proses dasar diatas terintegrasi
secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara
parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses
dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu,
sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan keketerampilan
proses yang lebih rumit dan kompleks.
Keterampilan proses sains dapat meletakkan
dasar logika untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa bahkan pada siswa di
kelas awal tingkat sekolah dasar. Di kelas awal, siswa lebih banyak menggunakan
keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan komunikasi, namun
seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses sains yang
kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba,
1999).
Penilaian merupakan tahapan penting dalam
proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa
konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama
untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian keterampilan proses sains.
MenurutSmith danWelliver,
pelaksanaanpenilaianketerampilan proses dapatdilakukandalambeberapabentuk,
diantaranya:
1.
Pretes dan postes. Guru melaksanakan penilaian keterampilan
proses sains siswa pada awal tahun sekolah. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan
dan kelemahan dari masing-masing siswa dalam keterampilan yang telah diidentifikasi.
Pada akhir tahun sekolah, guru melaksanakan tes kembali untuk mengetahui perkembangan
skor siswa setelah mengikuti pembelajaran sains.
- Diagnostik.
Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa pada awal tahun
ajaran. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan pada bagian manasiswa memerlukan
bantuan dengan keterampilan proses. Kemudian guru merencanakan pelajaran dan
kegiatan laboratorium yang dirancang untuk mengatasi kekurangan siswa.
- Penempatan
kelas. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa sebagai
salah satu kriteria dalam penempatan kelas. Misalnya, criteria untuk memasuki
kelas akselerasi, kelas sains atau kelas unggulan.
- Pemilihan
kompetisi siswa. Guru melaksanakan penilaian keterampilan proses sains siswa
sebagai kriteria utama dalam pemilihan siswa yang akan ikut dalam lomba-lomba
sains. Jika siswa memiliki skor tes tinggi, maka dia akan dapat mengikuti lomba
sains dengan baik.
- Bimbingan
karir. Biasanya para peneliti melakukan uji coba menggunakan penilaian keterampilan
proses sains untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat dibina.
Penilaian keterampilan proses sains dilakukan
dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi dantingkat perkembangan
siswa atau tingkatan kelas (Rezba, 1999). Oleh karena itu, penyusunan instrumen
penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan. Menurut Widodo
(2009), penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Mengidentifikasikan
jenis keterampilan proses sains yang akan dinilai.
- Merumuskan
indikator untuk setiap jenis keterampilan proses sains.
- Menentukan
dengan cara bagaimana keterampilan proses sains tersebut diukur (misalnya apakah
tes unjuk kerja, tes tulis, atau kah tes lisan).
- Membuat
kisi-kisi instrumen.
- Mengembangkan
instrumen pengukuran keterampilan proses sains berdasarkan kisi-kisi yang
dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes keterampilan
proses sains dan tingkatan keterampilan proses sains (objek tes)
- Melakukan
validasi instrumen.
- Melakukan
uji coba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.
- Perbaikan
butir-butir yang belum valid.
- Terapkan
sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains.
Pada langkah-langkah penyusunan
instrument di atas, pencarian validitas dan reabilitas empiris terutama dilakukan
untuk penilaian keterampilan proses sains yang beresiko tinggi. Penilaian yang
beresiko tinggi yang dimaksud adalah penilaian dalam penelitian, penilaian dalam
skala besar atau penilaian untuk tujuan tertentu.
Pengukuran terhadap keterampilan
proses siswa, dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis.
Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secarates (paper and pencil test) dan
bukan tes.Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis (paper
and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam
bentuk observasi atau pengamatan. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam keterampilan
proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi.
Namun demikian, menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan
akurasi penilaian terhadap keterampilan proses sains.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sains adalah proses sepanjang hayat sebagaimana belajar berhitung.
Anak-anak dari segala jenis usia akan memperoleh manfaat dengan menganalisis
keadaan-keadaan di sekitarnya yang mengadung unsur sains. Anak-anak perlu
didorong agar memperoleh lebih banyak pengalaman sains di alam, kemudian
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang mereka lihat, menanyakannya, dan
menganalisis cara peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Jika kita tidak menginteraksikan sains kepada anak-anak sejak dini,
maka sama artinya kita mencetak anak-anak yang sukar menganalisis peristiwa
sains. Dengan demikian, ketika kita menginginkan anak-anak kita memiliki
kinerja yang baik saat duduk di jenjang sekolah yang lebih tinggi, maka sains
mesti kita ajarkan sejak taman kanak-kanak.
Seorang guru mesti membiarkan anak-anak bereksperimen. Kegiatan eksperimen
itu bisa berupa mengumpulkan batu, melempar bola, membaca gambar, menambah
kosakata dengan saling bertukar pikiran, dan memberi kesempatan mereka untuk
bertanya serta mencari jawabannya. Kesemuanya itu dimasukkan ke dalam kurikulum
untuk pendidikan prasekolah.
Mungkin ada sebuah pertanyaan yang sekarang muncul di dalam benak kita,
sains itu terjadi kapan saja? Sejatinya, ada banyak kegiatan sehari-hari yang
mengandung inti konsep dasar sains. Menuangkan minuman memberikan penjelasan
tentang sifat zat cair yang mengalir dari atas ke bawah. Kincir kertas yang
berputar karena ditiup angin, bola menggelinding di atas bidang miring adalah
beberapa kegiatan yang nampaknya remeh tetapi membuka peluang bagi anak-anak
untuk mengajukan pertanyaan: mengapa perstiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi.
Sains dan pengajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang
bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang
menjadi bagian sains. Pertama, adalah muatan sains (content of
science) yang berisi berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori-teori.
Dimensi inilah yang menjadi obyek kajian ilmiah manusia.
Dimensi kedua sains adalah proses dalam melakukan aktivitas
ilmiah dan sikap ilmiah dari aktivis sains. Proses dalam melakukan
aktivitas-aktivitas yang terkait dengan sains biasa disebut dengan keterampilan
proses sains (science proccess skills). Keterampilan proses inilah
yang digunakan setiap ilmuwan ketika mengerjakan aktivitas-aktivitas sains.
Karena sains adalah tentang mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka keterampilan ini dapat juga
diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari ketika kita menemukan
persoalan-persoalan keseharian dan kita harus mencari jawabannya. Jadi,
mengajarkan keterampilan proses sains pada siswa sama artinya dengan
mengajarkan keterampilan yang nantinya akan mereka gunakan dalam kehidupan
keseharian mereka.
Dimensi ketiga dari sains merupakan dimensi yang terfokus pada
karakteristik sikap dan watak ilmiah. Dimensi ini meliputi keingintahuan
seseorang dan besarnya daya imajinasi seseorang, juga antusiasme yang tinggi
untuk mengajukan pertanyaan dan memecahkan permasalahan. Sikap lain yang juga
harus dimiliki seorang ilmuwan adalah sikap menghargai terhadap metode-metode dan
nilai-nilai di dalam sains. Metode-metode sains yang dimaksud di sini meliputi
usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menggunakan bukti-bukti, kemauan
untuk mengakui pentingnya mengecek ulang data yang diperoleh, dan memahami
bahwa pengetahuan ilmiah dan teori-teori berubah sepanjang waktu selama
informasi-informasi yang lebih banyak dan lebih baik diperoleh.
Dalam pengajaran sains, ada enam buah keterampilan proses dasar yang
perlu diajarkan kepada murid. Keterampilan-keterampilan proses merupakan bagian-bagian
yang membentuk landasan metode-metode ilmiah. Keenam keterampilan tersebut
yaitu: pengamatan (observation); pengomunikasian (communication);
pengklasifikasian (classification); pengukuran (measurement);
penyimpulan (inference); dan peramalan (prediction).
Keenam keterampilan di atas terintegrasi ketika seorang ilmuwan
merancang dan mengadakan sebuah eksperimen. Enam keterampilan dasar di atas
sangat penting dalam kedudukannya sebagai keterampilan mandiri sebagaimana
pentingnya ketika berkedudukan sebagai keterampilan terintegrasi. Pendek kata,
belajar sains adalah belajar keterampilan berpkir dan bertindak ilmiah.
Sementara itu, metode sains untuk prasekolah berarti seorang guru harus
mendorong dan membiasakan anak untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban.
Menggunakan metode sains artinya memusatkan perhatian pada apa yang akan
terjadi, membuat prediksi, bahkan bagi anak-anak prasekolah dengan aktivitas
menebak mereka. Guru dapat membantu anak-anak mempelajari metode ini setiap kali
guru membacakan atau memberi anak-anak cerita. Cara itu dilakukakan dengan
menanyakan kepada mereka: “Kira-kira, apa yang akan terjadi berikutnya?”, atau,
“Apa yang terjadi pada halaman berikutnya?”
Meskipun aktivitas-aktivitas itu dilakukan oleh anak-anak usia
prasekolah, tetapi mereka telah belajar melakukan aktivitas-aktivitas penelitan
sekaligus berinteraksi dengan keterampilan proses sains. Anak-anak harus
mendapatkan kesempatan untuk mengatakan gagasan mereka dan pikiran mereka
sebagai wujud dari sebuah dugaan-dugaan sebelum memulai aktivtas sains.
Saat memberikan kegiatan, guru tidak diperkenankan terlalu banyak
bicara dan membiarkan anak-anak mengolah hipotesis, pernyataan tentang apa yang
mereka pikirkan atau yang mereka pikir akan terjadi. Tugas seorang guru
hanyalah menanti anak-anak memformulasikan gagasan mereka. Aktivitas ini akan
menjadi kebiasaan jika guru membiasakannya. Ketika anak-anak menemukan serangga
di tempat mereka bermain dan mereka bertanya kepada guru, “Apa itu?” maka guru
akan mengatakan, ”Menurutmu itu apa? Apa yang dilakukannya? Di mana kamu
menemukannya, di rerumputan atau di tanah?” Doronglah mereka untuk mengenali
atau membangun simpanan ilmu pengetahuan mereka tentang serangga tersebut. Pada
saat yang lain, anak-anak mungkin menginginkan guru menjadi sumber informasi
bagi mereka. Ketika hal tersebut terjadi, jawablah pertanyaan atau bantulah
mereka menemukan jawabannya di buku.
Kemudian dalam hal ini, bagian yang amat penting dalam metode sains
adalah mengulang percobaan yang yang memberikan hasil yang sama. Bisakah anak
yang lain memperoleh hasil yang sama? Ketika guru dan anak-anak melakukan
percobaan mencampur warna, guru menunggu seorang anak untuk menemukan bahwa
mencampur warna biru dan kuning membentuk warna hijau. Anak yang lain
berteriak, ‘Hei, punyaku juga berubah menjadi hijau! Bagaimana denganmu
Mustafa? Bagaimana denganmu Latifah?” Anak-anak belajar bahwa sains bukanlah
sihir ketika mereka membuat sesuatu terjadi dan dapat mengulanginya kembali
berulangkali. Hasil yang mereka dapatkan bukan karena guru mempunyai kekuatan
khusu atau karena guru mengatakan mantera, tetapi karena sifat dari bahannya.
Peristiwa itu akan selalu terjadi setiap kali guru melakukan hal yang sama.
Tunjukkan hasil yang berulang ini kepada mereka selama percobaan sains karena
mereka mungkin terlalu sibuk dengan bahan-bahan percobaan sehingga tidak
memperhatikan apa yang orang lain lakukan.
2.
Saran
·
Bagi pengembang
pembelajaran sains pada anak usia dini, hendaknya pahami terlebih dahulu tujuan
sains secara komprehensif dan karakteristik perkembangan anak usia
dini untuk setiap tahapan usia, kemudian tuangkan dalam rencana pembelajaran
yang operasional dengan menerapkan konsep bermain yang menyenangkan.
·
Gunakan multi
media dalam pembelajaran sains, untuk menghindari rasa jenuh, bosan pada
anak, serta mempertahan perhatian anak untuk tidak berpaling pada objek lain.
9 komentar:
tahunnya say, blm tercantum. thx artikelya
kok ga dicantumin daftar pustakanya
kak daftar pustakanya kok gak dicantumin?
Kak ijin copy ya...
Sebelumnya makasih, artikelnya sangat membantu
tlg cantumin daftar pustaka'y donk mb...makasih....
Inspiratif... ijin copy. makasih
Makasih ka .. sangat membantu untuk tugas kuliah saya :)
daftar pustakanya mana mbak?
makasih banyak artikelnya sangat membantu, daftar pustakanya kurang say
Posting Komentar